Tuesday, 23 April 2013

Puisi [Hakikat Cinta]

Karangan : Ibn Hazm Al-Andalusi ( Ulama dan Pujangga Besar Islam Abad ke-5 H)

Cintaku padamu, abadi sepanjang zaman
Tak lebih tak kurang oleh alasan
Cintaku tak beralasan kecuali keinginan mencinta
Cintaku tak bersebab yang dimengerti manusia

Jika cintamu tak beralasan selain ia yang kau cinta
Maka ia nyata, tak kan lenyap selamanya
Jika cintamu digerakkan oleh suatu alasan
Maka ia akan sirna bersama sirnanya alsan

Puisi 2 ( Tanda2 jtuh cinta)

Karangan : Ibn Hazm Al-Andalusi ( Ulama dan Pujangga Besar Islam Abad ke-5 H)

Selain keindahanmu, tiada pesinggahan
Bagi mata yang menatapmu tiada hentinya
Kau serupa pelbagai pengakuan
Tentang indahnya intan permata

Kupendarkan tatapan mataku
Mengikuti tatapan matamu
Ku ikuti dirimu selalu
Layaknya manis mengikuti madu

Puisi 6 [Jatuh cinta selepas mengamati I]

Karangan : Ibn Hazm Al-Andalusi ( Ulama dan Pujangga Besar Islam Abad ke-5 H)

Cinta sejati tak lahir dalam kejapan
Bukan oleh paksaan ia dilahirkan
Cinta sejati berjalan lamban nan pelan
Berjalan dalam paduan panjang dan pancaran tiang
Cinta sejati tumbuh karena mantapnya niat, teguhnya tujuan
Cinta sejati tak kan sirna dan pudar ikatan

Lihatlah! Bagaimana yang tumbuh tergesa
Ia segera tumbang dan menemui ajalnya
Lihatlah! Aku ini tanah kering kerontang
Tak gampang bagi tanaman tumbuh dan berkembang
Tapi sekali tanaman bertahan, ia tak gampang tumbang
Atau dirobohkan, karena akarnya kuat terpancang

Puisi 6 (Jatuh cinta selepas mengamati II)

Karangan : Ibn Hazm Al-Andalusi ( Ulama dan Pujangga Besar Islam Abad ke-5 H)

Dusta! Kalau kau mengaku mencinta dua kekasih
Karena cinta sejati tak mungkin membagi kasih
Tiada tempat dalam hati untuk dua kekasih
Tak mungkin hati terbagi untuk dua kekasih

Serupa satu akal yang hanya mengakui Dia
Yang Satu, Sang Khalik Yang Maha Mencinta
Begitulah cinta sejati, tak terbungkus nafsu
Ia tunggal, tak menjauh, tak mendekat selalu

Dalam hukum percintaan, mereka yang membagi cinta
Layaknya syirik yang jauh dari kebenaran iman kita
Serupa orang beriman, akui agama esa
Dan orang-orang kafir, akui agama dua

Sajak 7 {Jth Cnt krna Karakter yg Dimiliki Sang pujaan}

Karangan : Ibn Hazm Al-Andalusi ( Ulama dan Pujangga Besar Islam Abad ke-5 H)

Lantaran sang pujaan berambut pirang, mereka hina aku
Rambut piran bikin ia kian rupawan, jawabku
Mereka hina, warna rambut layaknya emas cahaya
Kukira mereka hanyalah orang-orang dungu luar biasa

Apakah aib warna segar bunga bakung tak membuat senang
Atau warna bintang, berkelip di langit membentang
Sedungu-dungu makhluk tetaplah ciptaan Tuhan
Dialah yang memilih warna arang hitam legam

Hitam legam, itulah warna penghuni jahannam
Warna pakaian orang tersengsara di neraka nan kelam
Kala kibaran bendera hitam dipancarkan
Pertanda jalan perdamaian tak lagi menggairahkan

Naskah Drama berjudul "Penyesalan"



Pemeran :
1.      Ibu
2.      Santy
3.      Bu. Murni
4.      Dokter

Setting :
Di dalam sebuah rumah, Santy sedang asik dimeja belajarnya.

Ibu       : “Uhuk, Uhuk, Uhuk..” (suara batuk beberapa kali terdengar).
Santy    : “Ah, ibu ini berisik sekali si dari tadi. Aku jadi nggak konsentrasi nih belajarnya.”
Ibu          : “Uhuk, Uhuk,, maafkan ibu nak, ibu tak kuasa lagi menahan rasa batuk ini.”
Santy      : “Ih, ya ibu kan bisa diam saja. Kalau begitu terus lama-lama kepala saya jadi pusing.”

Tak berapa lama kemudian, ibu mendatangi kamar belajar  Santy, anaknya dengan tertatih-tatih.
Ibu          : “Santy, tolong belikan ibu obat ke apotik pak Mahfud nak. Ini resepnya. Obat ibu sudah habis” (Sambil memberikan sebuah resep pada Santy)
Santy      : Ah ibu ini nggak tau ya saya lagi sibuk. Bukan hanya belajar, tapi saya juga lagi online. Jadi nggak bisa ditinggal.
Ibu          : “Tolonglah ibu nak, ibu tak kuat untuk berjalan ke apotik.”
Santy      : (berdiri dan membentak ibunya) ibu selalu saja mengganggu aktivitas Santy, mulai pagi sampai malam masih saja tetap mengganggu.
               ( santy lantas mengambil resep yang ibu bawa lalu menyobeknya)
               “Sudahlah tak usah pake resep-resep segala. Cuma menghambur-hamburkan uang. Selalu saja ke apotiklah, berobatlah. Nanti juga sembuh sendiri. Mending duitnya buat saya, buat beli pulsa, jadi bisa online, bisa melihat perkembangan dunia, pengetahuannya jadi luas.
Ibu          : (dengan tidak berdaya, menitikkan air mata). Ya sudah kalau ibu menggangumu.
               (sambil terbatuk-batuk, ibu menangis tersedu-sedu).

Akhirnya ibu terpaksa berjalan menuju ke apotik yang jaraknya lumayan jauh.
Diperjalanan, batuknya menjadi semakin parah hingga mengeluarkan darah. Namun sang ibu tetap melanjutkan berjalan kaki. Hingga rasa pusing tak dapat ditepis lagi. Ibu pingsan di pinggir jalan.
Orang-orang berkerumunan dan memapah ibu membawanya ke puskesmas.
Setelah siuman, ibu diminta untuk tetap beristirahat.
Salah seorang tetangga yang mengatarkan ibu ke puskesmas segera mendatangi rumah ibu tersebut untuk mengabarkan kepada Santy.
Bu. Murni        : San, Santy, ibumu sekarang di puskesmas. Tadi ditemukan dijalanan ibumu tergelerak pingsan.
Santy               : (Kaget) Apa? Ah ibu bukannya selalu merepotkan Santy.
Bu. Murni        : “Santy, kamu tidak boleh seperti itu kepada ibumu. Dia selama ini berjuang melawan penyakitnya agar tetap bekerja itu semua hanya karena kamu. Karena ingin membahagiakanmu, mencukupi kebutuhan hidupmu.”
Santy               : “Ah bu. Murni tau apa tentang ibuku”.
Bu. Murni        : “Ibu tau banyak tentang ibumu San. Dari dulu sejak kamu kecil, ibumu memang sudah menderita penyakit paru-paru. Tapi ibu selalu saja hanya berobat di apotik karena jika harus ke rumah sakit dan berobat di sana, pasti butuh biaya banyak sedangkan kamu akan tumbuh menjadi dewasa sangat membutuhkan biaya untuk sekolah.”
Santy               : Jadi ibu sudah punya penyakit itu sejak dulu?

Selanjutnya Santy meminta diantarkan Bu. Murni untuk ke puskesmas.
Ketika sampai di puskesmas, dia bertanya kepada Dokter yang menangani ibunya.
Santy               : “Dok, saya Santy, dimana ibuku, bagaimana keadaanya”.
Bu. Murni        : “Iya dok, ini putri dari wanita yang saya antarkan tadi”.
Dokter             : “Ibu Anda ada di ruang Melati paling kanan.
                        (Diam sejenak) maafkan saya Nak, berdo’alah mudah-mudahan ada keajaiban untuk ibumu.”
Santy               : “Maksud dokter apa?”
Dokter             : “Kami sudah berusaha semaksimal mungkin untuk menolong ibu Anda, tapi sepertinya paru-paru ibu Anda sudah terlalu lama sakit dan dibiarkan saja tanpa mendapat perawatan secara cepat dari medis.
                        Sekali lagi maafkan pihak kami San”.
Santy               : (Berlari memasuki ruangan ibunya yang tengah di rawat)
                        “Ibu, ibu,”
Ibu                   : (Terkulai lemas tak bisa menjawab, bahkan nafasnya tersengkal-sengkal).
Santy               : “Ibu, bangun bu”
Ibu                   : (Dengan sekuat tenaga mencoba terbangun meski dibantu oleh berbagai peralatan medis).
                        “Maafkan ibu San, bila nanti ibu tidak bisa menemanimu lagi meraih cita-citamu” (dengan nada cukup rendah dan tersengkal-sengkal).
Santy               : Nggak bu, ibu nggak boleh seperti itu. Ibu harus menemani Santy selamanya. Ibu pasti sembuh. Ibu, maafkan Santy selama ini tidak peduli dengan penyakit ibu. Maafkan Santy bu. (sambil menangis tersedu-sedu).
Ibu                   : (dengan badan yang terkulai lemas, menutup mata untuk selama-lamanya)
Santy               : “ibu, ibu, ibu,” (mengkoyak-koyak badan ibunya)
                        “Dokter, dokter, tolongin ibu saya”
Dokter             : (memeriksa keadaan ibu Santy)
                        “Yang sabar ya San.” (Dokter tak kuasa mengatakan bahwa ibunya telah pergi untuk selama-lamanya.
Santy               : (menangis dengan haru biru, dan sangat merasa bersalah)

Mulai saat itu, Santy menyesali perbuatannya dan mencoba untuk berubah menjadi anak yang lebih baik dengan hidup mandiri.

Ø  Judul         : Penyesalan (oleh : Afriasinta)
Ø  Babak atau adegan :
Drama “Penyesalan” ini terdiri atas empat babak, yaitu yang pertama drama antara ibu dan Santy di dalam rumah, selanjutnya Bu. Murni dan Santy di dalam rumah, ketiga, berada di rumah sakit antara Santy, Mu. Murni dan Doker, dan keempat antara ibu, Santy di ruangan puskesmas.
Adegan pertama diperankan oleh ibu dan Santy, dilanjutkan Santy dan Bu. Murni, lalu adegan Dokter, Santy dan Bu Murni, dan terakhir adegan Santy, dan Ibunya dilanjutkan muncul sosok dokter.
Ø  Tema :
Anak yang durkaha pada ibunya akhirnya menyesal.
Ø  Tipe atau jenis drama :
Drama ini ditinjau dari segi pelaku, maka tergolong jenis drama remaja dengan bimbingan orang tua.
Ditinjau dari isinya, maka jenis drama ini adalah pendidikan moral karena mengajarakan untuk selalu hormat pada ibunya.
Sedangkan dari sifatnya, drama ini termasuk dari drama tragedi, karena menyiratkan rasa kesedihan di akhir adegan.
Ø  Amanat :
·        Jangan membentak orang tua terutama ibu,
·        Jangan membantah perintah orang tua, terutama ibu,
·        Tetap menghormati orang tua, terutama ibu,
·        Dan perhatian selalu kepada kondisi kesehatan sang ibu.
Ø  Penokohan atau Perwatakan :
Santy          : Keras kepala, tidak perhatian dengan ibunya terutama tentang kondisi ibunya, tidak menghormati ibunya, namun akhirnya sadar perbuatannya salah.
Ibu              : Penyabar, sayang kepada anaknya.
Bu. Murni   : tetangga yang baik hati, perhatian dengan tetangga yang membutuhkannya.
Dokter        : Bijaksana.
Ø  Plot            : Maju
Ø  Setting       : Di rumah dan di puskesmas.
Ø  Point Of View      :
Sudut pandang dialog atau percakapan tersebut adalah orang pertama.
Ø  Konflik      :
·        Antara ibu dan Santy saat di rumah,
·        Antara Santy dan bu. Murni saat memberitahu ibunya ada di puskesmas.

Puisi Cinta 1

Karangan : Ibn Hazm Al-Andalusi ( Ulama dan Pujangga Besar Islam Abad ke-5 H)

Kucintai kau tanpa keraguan di dalamnya
Padahal, kebanyakan cinta hanyalah fatamorgana
Ingin kukatakan kepadamu dengan gamblang dan tulus
Cintaku kepadamu terukir lahir dan halus

Kala dalam jiwaku tertanam kebencian
Kan kucabik seluruh tirai penutupnya dan kubuang

Sungguh! tiada yang kuinginkan darimu selain cinta sejati
Sungguh! Tiada yang kuucapkan kepadamu kecuali cinta hakiki

Saat kutenggelam dalam samudera cinta
Hamparan bumi seolah kering binasa
Manusia layaknya buih-buih di lautan
Penghuni mayapada layaknya lalat-lalat beterbangan