Karangan : Ibn Hazm Al-Andalusi ( Ulama dan Pujangga Besar Islam Abad ke-5 H)
Cintaku padamu, abadi sepanjang zaman
Tak lebih tak kurang oleh alasan
Cintaku tak beralasan kecuali keinginan mencinta
Cintaku tak bersebab yang dimengerti manusia
Jika cintamu tak beralasan selain ia yang kau cinta
Maka ia nyata, tak kan lenyap selamanya
Jika cintamu digerakkan oleh suatu alasan
Maka ia akan sirna bersama sirnanya alsan
Tuesday, 23 April 2013
Puisi 2 ( Tanda2 jtuh cinta)
Karangan : Ibn Hazm Al-Andalusi ( Ulama dan Pujangga Besar Islam Abad ke-5 H)
Selain keindahanmu, tiada pesinggahan
Bagi mata yang menatapmu tiada hentinya
Kau serupa pelbagai pengakuan
Tentang indahnya intan permata
Kupendarkan tatapan mataku
Mengikuti tatapan matamu
Ku ikuti dirimu selalu
Layaknya manis mengikuti madu
Selain keindahanmu, tiada pesinggahan
Bagi mata yang menatapmu tiada hentinya
Kau serupa pelbagai pengakuan
Tentang indahnya intan permata
Kupendarkan tatapan mataku
Mengikuti tatapan matamu
Ku ikuti dirimu selalu
Layaknya manis mengikuti madu
Puisi 6 [Jatuh cinta selepas mengamati I]
Karangan : Ibn Hazm Al-Andalusi ( Ulama dan Pujangga Besar Islam Abad ke-5 H)
Cinta sejati tak lahir dalam kejapan
Bukan oleh paksaan ia dilahirkan
Cinta sejati berjalan lamban nan pelan
Berjalan dalam paduan panjang dan pancaran tiang
Cinta sejati tumbuh karena mantapnya niat, teguhnya tujuan
Cinta sejati tak kan sirna dan pudar ikatan
Lihatlah! Bagaimana yang tumbuh tergesa
Ia segera tumbang dan menemui ajalnya
Lihatlah! Aku ini tanah kering kerontang
Tak gampang bagi tanaman tumbuh dan berkembang
Tapi sekali tanaman bertahan, ia tak gampang tumbang
Atau dirobohkan, karena akarnya kuat terpancang
Cinta sejati tak lahir dalam kejapan
Bukan oleh paksaan ia dilahirkan
Cinta sejati berjalan lamban nan pelan
Berjalan dalam paduan panjang dan pancaran tiang
Cinta sejati tumbuh karena mantapnya niat, teguhnya tujuan
Cinta sejati tak kan sirna dan pudar ikatan
Lihatlah! Bagaimana yang tumbuh tergesa
Ia segera tumbang dan menemui ajalnya
Lihatlah! Aku ini tanah kering kerontang
Tak gampang bagi tanaman tumbuh dan berkembang
Tapi sekali tanaman bertahan, ia tak gampang tumbang
Atau dirobohkan, karena akarnya kuat terpancang
Puisi 6 (Jatuh cinta selepas mengamati II)
Karangan : Ibn Hazm Al-Andalusi ( Ulama dan Pujangga Besar Islam Abad ke-5 H)
Dusta! Kalau kau mengaku mencinta dua kekasih
Karena cinta sejati tak mungkin membagi kasih
Tiada tempat dalam hati untuk dua kekasih
Tak mungkin hati terbagi untuk dua kekasih
Serupa satu akal yang hanya mengakui Dia
Yang Satu, Sang Khalik Yang Maha Mencinta
Begitulah cinta sejati, tak terbungkus nafsu
Ia tunggal, tak menjauh, tak mendekat selalu
Dalam hukum percintaan, mereka yang membagi cinta
Layaknya syirik yang jauh dari kebenaran iman kita
Serupa orang beriman, akui agama esa
Dan orang-orang kafir, akui agama dua
Dusta! Kalau kau mengaku mencinta dua kekasih
Karena cinta sejati tak mungkin membagi kasih
Tiada tempat dalam hati untuk dua kekasih
Tak mungkin hati terbagi untuk dua kekasih
Serupa satu akal yang hanya mengakui Dia
Yang Satu, Sang Khalik Yang Maha Mencinta
Begitulah cinta sejati, tak terbungkus nafsu
Ia tunggal, tak menjauh, tak mendekat selalu
Dalam hukum percintaan, mereka yang membagi cinta
Layaknya syirik yang jauh dari kebenaran iman kita
Serupa orang beriman, akui agama esa
Dan orang-orang kafir, akui agama dua
Sajak 7 {Jth Cnt krna Karakter yg Dimiliki Sang pujaan}
Karangan : Ibn Hazm Al-Andalusi ( Ulama dan Pujangga Besar Islam Abad ke-5 H)
Lantaran sang pujaan berambut pirang, mereka hina aku
Rambut piran bikin ia kian rupawan, jawabku
Mereka hina, warna rambut layaknya emas cahaya
Kukira mereka hanyalah orang-orang dungu luar biasa
Apakah aib warna segar bunga bakung tak membuat senang
Atau warna bintang, berkelip di langit membentang
Sedungu-dungu makhluk tetaplah ciptaan Tuhan
Dialah yang memilih warna arang hitam legam
Hitam legam, itulah warna penghuni jahannam
Warna pakaian orang tersengsara di neraka nan kelam
Kala kibaran bendera hitam dipancarkan
Pertanda jalan perdamaian tak lagi menggairahkan
Lantaran sang pujaan berambut pirang, mereka hina aku
Rambut piran bikin ia kian rupawan, jawabku
Mereka hina, warna rambut layaknya emas cahaya
Kukira mereka hanyalah orang-orang dungu luar biasa
Apakah aib warna segar bunga bakung tak membuat senang
Atau warna bintang, berkelip di langit membentang
Sedungu-dungu makhluk tetaplah ciptaan Tuhan
Dialah yang memilih warna arang hitam legam
Hitam legam, itulah warna penghuni jahannam
Warna pakaian orang tersengsara di neraka nan kelam
Kala kibaran bendera hitam dipancarkan
Pertanda jalan perdamaian tak lagi menggairahkan
Naskah Drama berjudul "Penyesalan"
Pemeran :
1. Ibu
2. Santy
3. Bu.
Murni
4. Dokter
Setting :
Di dalam sebuah rumah, Santy sedang asik dimeja
belajarnya.
Ibu :
“Uhuk, Uhuk, Uhuk..” (suara batuk beberapa kali terdengar).
Santy : “Ah, ibu ini berisik sekali si dari tadi.
Aku jadi nggak konsentrasi nih belajarnya.”
Ibu : “Uhuk, Uhuk,, maafkan ibu nak, ibu
tak kuasa lagi menahan rasa batuk ini.”
Santy : “Ih, ya ibu kan bisa diam saja. Kalau
begitu terus lama-lama kepala saya jadi pusing.”
Tak berapa lama kemudian, ibu mendatangi kamar
belajar Santy, anaknya dengan
tertatih-tatih.
Ibu : “Santy, tolong belikan ibu obat ke
apotik pak Mahfud nak. Ini resepnya. Obat ibu sudah habis” (Sambil memberikan
sebuah resep pada Santy)
Santy : Ah ibu ini nggak tau ya saya lagi sibuk.
Bukan hanya belajar, tapi saya juga lagi online. Jadi nggak bisa ditinggal.
Ibu : “Tolonglah ibu nak, ibu tak kuat
untuk berjalan ke apotik.”
Santy : (berdiri dan membentak ibunya) ibu
selalu saja mengganggu aktivitas Santy, mulai pagi sampai malam masih saja
tetap mengganggu.
( santy lantas mengambil resep
yang ibu bawa lalu menyobeknya)
“Sudahlah tak usah pake
resep-resep segala. Cuma menghambur-hamburkan uang. Selalu saja ke apotiklah,
berobatlah. Nanti juga sembuh sendiri. Mending duitnya buat saya, buat beli
pulsa, jadi bisa online, bisa melihat perkembangan dunia, pengetahuannya jadi
luas.
Ibu : (dengan tidak berdaya, menitikkan
air mata). Ya sudah kalau ibu menggangumu.
(sambil terbatuk-batuk, ibu menangis
tersedu-sedu).
Akhirnya
ibu terpaksa berjalan menuju ke apotik yang jaraknya lumayan jauh.
Diperjalanan, batuknya menjadi semakin parah hingga
mengeluarkan darah. Namun sang ibu tetap melanjutkan berjalan kaki. Hingga rasa
pusing tak dapat ditepis lagi. Ibu pingsan di pinggir jalan.
Orang-orang berkerumunan dan memapah ibu membawanya
ke puskesmas.
Setelah siuman, ibu diminta untuk tetap
beristirahat.
Salah seorang tetangga yang mengatarkan ibu ke
puskesmas segera mendatangi rumah ibu tersebut untuk mengabarkan kepada Santy.
Bu.
Murni : San, Santy, ibumu sekarang
di puskesmas. Tadi ditemukan dijalanan ibumu tergelerak pingsan.
Santy : (Kaget) Apa? Ah ibu bukannya
selalu merepotkan Santy.
Bu.
Murni : “Santy, kamu tidak boleh
seperti itu kepada ibumu. Dia selama ini berjuang melawan penyakitnya agar
tetap bekerja itu semua hanya karena kamu. Karena ingin membahagiakanmu,
mencukupi kebutuhan hidupmu.”
Santy : “Ah bu. Murni tau apa tentang
ibuku”.
Bu.
Murni : “Ibu tau banyak tentang
ibumu San. Dari dulu sejak kamu kecil, ibumu memang sudah menderita penyakit
paru-paru. Tapi ibu selalu saja hanya berobat di apotik karena jika harus ke
rumah sakit dan berobat di sana, pasti butuh biaya banyak sedangkan kamu akan
tumbuh menjadi dewasa sangat membutuhkan biaya untuk sekolah.”
Santy : Jadi ibu sudah punya penyakit
itu sejak dulu?
Selanjutnya
Santy meminta diantarkan Bu. Murni untuk ke puskesmas.
Ketika
sampai di puskesmas, dia bertanya kepada Dokter yang menangani ibunya.
Santy : “Dok, saya Santy, dimana ibuku,
bagaimana keadaanya”.
Bu.
Murni : “Iya dok, ini putri dari
wanita yang saya antarkan tadi”.
Dokter : “Ibu Anda ada di ruang Melati
paling kanan.
(Diam sejenak) maafkan
saya Nak, berdo’alah mudah-mudahan ada keajaiban untuk ibumu.”
Santy : “Maksud dokter apa?”
Dokter : “Kami sudah berusaha semaksimal
mungkin untuk menolong ibu Anda, tapi sepertinya paru-paru ibu Anda sudah
terlalu lama sakit dan dibiarkan saja tanpa mendapat perawatan secara cepat
dari medis.
Sekali lagi maafkan
pihak kami San”.
Santy : (Berlari memasuki ruangan
ibunya yang tengah di rawat)
“Ibu, ibu,”
Ibu : (Terkulai lemas tak bisa
menjawab, bahkan nafasnya tersengkal-sengkal).
Santy : “Ibu, bangun bu”
Ibu : (Dengan sekuat tenaga
mencoba terbangun meski dibantu oleh berbagai peralatan medis).
“Maafkan ibu San, bila
nanti ibu tidak bisa menemanimu lagi meraih cita-citamu” (dengan nada cukup
rendah dan tersengkal-sengkal).
Santy : Nggak bu, ibu nggak boleh
seperti itu. Ibu harus menemani Santy selamanya. Ibu pasti sembuh. Ibu, maafkan
Santy selama ini tidak peduli dengan penyakit ibu. Maafkan Santy bu. (sambil
menangis tersedu-sedu).
Ibu : (dengan badan yang terkulai
lemas, menutup mata untuk selama-lamanya)
Santy : “ibu, ibu, ibu,”
(mengkoyak-koyak badan ibunya)
“Dokter, dokter,
tolongin ibu saya”
Dokter : (memeriksa keadaan ibu Santy)
“Yang sabar ya San.”
(Dokter tak kuasa mengatakan bahwa ibunya telah pergi untuk selama-lamanya.
Santy : (menangis dengan haru biru, dan
sangat merasa bersalah)
Mulai saat itu, Santy menyesali perbuatannya dan mencoba
untuk berubah menjadi anak yang lebih baik dengan hidup mandiri.
Ø Judul : Penyesalan (oleh : Afriasinta)
Ø Babak
atau adegan :
Drama
“Penyesalan” ini terdiri atas empat babak, yaitu yang pertama drama antara ibu
dan Santy di dalam rumah, selanjutnya Bu. Murni dan Santy di dalam rumah,
ketiga, berada di rumah sakit antara Santy, Mu. Murni dan Doker, dan keempat
antara ibu, Santy di ruangan puskesmas.
Adegan
pertama diperankan oleh ibu dan Santy, dilanjutkan Santy dan Bu. Murni, lalu
adegan Dokter, Santy dan Bu Murni, dan terakhir adegan Santy, dan Ibunya
dilanjutkan muncul sosok dokter.
Ø Tema
:
Anak
yang durkaha pada ibunya akhirnya menyesal.
Ø Tipe
atau jenis drama :
Drama
ini ditinjau dari segi pelaku, maka tergolong jenis drama remaja dengan
bimbingan orang tua.
Ditinjau
dari isinya, maka jenis drama ini adalah pendidikan moral karena mengajarakan
untuk selalu hormat pada ibunya.
Sedangkan
dari sifatnya, drama ini termasuk dari drama tragedi, karena menyiratkan rasa
kesedihan di akhir adegan.
Ø Amanat
:
·
Jangan membentak orang tua terutama ibu,
·
Jangan membantah perintah orang tua,
terutama ibu,
·
Tetap menghormati orang tua, terutama
ibu,
·
Dan perhatian selalu kepada kondisi kesehatan
sang ibu.
Ø Penokohan
atau Perwatakan :
Santy :
Keras kepala, tidak perhatian dengan ibunya terutama tentang kondisi ibunya,
tidak menghormati ibunya, namun akhirnya sadar perbuatannya salah.
Ibu :
Penyabar, sayang kepada anaknya.
Bu. Murni : tetangga yang baik hati, perhatian dengan tetangga yang
membutuhkannya.
Dokter :
Bijaksana.
Ø Plot : Maju
Ø Setting : Di rumah dan di puskesmas.
Ø Point
Of View :
Sudut
pandang dialog atau percakapan tersebut adalah orang pertama.
Ø Konflik :
·
Antara ibu dan Santy saat di rumah,
·
Antara Santy dan bu. Murni saat
memberitahu ibunya ada di puskesmas.
Puisi Cinta 1
Karangan : Ibn Hazm Al-Andalusi ( Ulama dan Pujangga Besar Islam Abad ke-5 H)
Kucintai kau tanpa keraguan di dalamnya
Padahal, kebanyakan cinta hanyalah fatamorgana
Ingin kukatakan kepadamu dengan gamblang dan tulus
Cintaku kepadamu terukir lahir dan halus
Kala dalam jiwaku tertanam kebencian
Kan kucabik seluruh tirai penutupnya dan kubuang
Sungguh! tiada yang kuinginkan darimu selain cinta sejati
Sungguh! Tiada yang kuucapkan kepadamu kecuali cinta hakiki
Saat kutenggelam dalam samudera cinta
Hamparan bumi seolah kering binasa
Manusia layaknya buih-buih di lautan
Penghuni mayapada layaknya lalat-lalat beterbangan
Kucintai kau tanpa keraguan di dalamnya
Padahal, kebanyakan cinta hanyalah fatamorgana
Ingin kukatakan kepadamu dengan gamblang dan tulus
Cintaku kepadamu terukir lahir dan halus
Kala dalam jiwaku tertanam kebencian
Kan kucabik seluruh tirai penutupnya dan kubuang
Sungguh! tiada yang kuinginkan darimu selain cinta sejati
Sungguh! Tiada yang kuucapkan kepadamu kecuali cinta hakiki
Saat kutenggelam dalam samudera cinta
Hamparan bumi seolah kering binasa
Manusia layaknya buih-buih di lautan
Penghuni mayapada layaknya lalat-lalat beterbangan
Subscribe to:
Comments (Atom)