Saturday, 17 March 2012

Analisis Cerpen


Cerpen : Cinta Lelaki Biasa

Karya : Asma Nadia
Ringkasan cerpen :
Menjelang hari H, Nania masih sukar mengungkapkan alasan kenapa dia mau menikah dengan lelaki itu .
 Dulu keluarga Nania kaget saat Nania menyampaikan keinginan Rafli untuk melamarnya. Papa Naniapun ikut meremehkan Rafli. Bahkan ibu Nania menganggap bahwa Nania sedang tidak serius sebab Nania gadis Papa yang paling cantik, paling berprestasi dibandingkan saudara lainya, juara debat bahasa Inggris, juara baca puisi seprovinsi. Nania punya masa depanmu cerah. Sebentar lagi meraih gelar insinyur dan bisa mendapatkan laki-laki manapun yang Nania mau.

Namun Nania cuma mau menikah dengan Rafli meskipun keluarganya tidak menyukai Rafli karena Rafli cuma laki-laki biasa, dari keluarga biasa, dengan pendidikan biasa, berpenampilan biasa, dengan pekerjaan dan gaji yang amat sangat biasa.
Nania menjadi marah. Tidak pada tempatnya ukuran-ukuran duniawi menjadi parameter kebaikan seseorang menjadi manusia. Di mana iman, di mana tawakkal hingga begitu mudah menentukan masa depan seseorang. Nania lagi-lagi gagal membuka mulut dan membela Rafli.
Gadis itu tak punya fakta dan data konkret yang bisa membuat Rafli tampak ‘luar biasa’. Nania Cuma punya idealisme berdasarkan perasaan yang telah menuntun Nania menapaki hidup hingga umur dua puluh tiga. Dan nalurinya menerima Rafli. Disampingnya Nania bahagia. Mereka akhirnya menikah.

Setahun pernikahan.
Nania masih belum mampu juga menjelaskan kelebihan-kelebihan Rafli agar tampak di mata keluarganya. Nania hanya merasakan cinta begitu besar dari Rafli.

Ketika lima tahun pernikahan berlalu, ocehan itu tak juga berhenti dari keluarga atau tetangga.
Padahal Nania dan Rafli sudah memiliki dua orang anak, satu lelaki dan satu perempuan.

Menginjak tahun ketujuh pernikahan, posisi Nania di kantor semakin gemilang, uang mengalir begitu mudah, rumah Nania besar, anak-anak pintar dan lucu, dan Nania memiliki suami terbaik di dunia. Hidup perempuan itu berada di puncak tapi bisik-bisik tetangga masih terdengar.

Tahun kesepuluh pernikahan, hidup Nania masih belum bergeser dari puncak.Anak-anak semakin besar. Nania mengandung yang ketiga. Bayi yang dikandung Nania tidak juga mau keluar. Sudah lewat dua minggu dari waktunya. Nania sudah di beri obat dokter yang membuat kontraksi tapi tetap saja tidak bisa melahirkan. Rafli tetap setia menunggu Nania.Hanya waktu-waktu shalat lelaki itu meninggalkannya sebentar ke kamar mandi, dan menunaikan shalat di sisi tempat tidur. Sementara kakak-kakak serta orangtua Nania belum satu pun yang datang. Setelah berjam-jam tidak bisa melahirkan maka dilakukan pembiusan, Nania digiring ke ruangan serba putih. Sebuah sekat ditaruh di perutnya hingga dia tidak bisa menyaksikan ketrampilan dokter-dokter itu. Sebuah lagu dimainkan. Nania merasa berada dalam perahu yang diguncang ombak. Berayun-ayun. Kesadarannya naik-turun.
Bibir Rafli tak berhenti melafalkan zikir. Nania pendarahan hebat. Bayi mereka akhirnya selamat, tapi Nania dalam kondisi kritis.
Mama Nania yang baru tiba, menangis. Papa termangu lama sekali.
Saudara-saudara Nania menyimpan isak, sambil menenangkan orangtua mereka Setelah itu adalah hari-hari penuh doa bagi Nania.

Sudah seminggu lebih Nania koma. Tapi bayinya sungguh menakjubkan, fisiknya sangat kuat, juga daya hisapnya. Lelaki itu sungguh luar biasa. Ia nyaris tak pernah meninggalkan rumah sakit, kecuali untuk melihat anak-anak di rumah. Begitulah Rafli menjaga Nania siang dan malam. Dibawanya sebuah Quran kecil, dibacakannya dekat telinga Nania yang terbaring di ruang ICU. Rafli percaya meskipun tidak mendengar, Nania bisa merasakan kehadirannya.
“Nania, bangun, Cinta?” Kata-kata itu selalu dibisikkannya berulang-ulang sambil mencium tangan, pipi dan kening istrinya yang cantik.

Ketika sepuluh hari berlalu, dan pihak keluarga mulai pesimis dan berfikir untuk pasrah, Rafli masih berjuang dan berdoa. Anak-anak merindukan ibunya

Pada hari ketigapuluh tujuh doa Rafli terjawab. Nania sadar dan wajah penat Rafli adalah yang pertama ditangkap matanya. Rafli menangis, menggenggam tangan Nania dan mendekapkannya ke dadanya, mengucapkan syukur berulang-ulang dengan airmata yang meleleh. Rafli membuktikan kata-kata yang diucapkannya beratus kali dalam doa.

Lelaki biasa itu tak pernah lelah merawat Nania selama sebelas tahun terakhir. Memandikan dan menyuapi Nania, lalu mengantar anak-anak ke sekolah satu per satu. Setiap sore setelah pulang kantor, lelaki itu cepat-cepat menuju rumah dan menggendong Nania ke teras, melihat senja datang sambil memangku Nania seperti remaja belasan tahun yang sedang jatuh cinta. Ketika malam Rafli mendandani Nania agar cantik sebelum tidur.
Membersihkan wajah pucat perempuan cantik itu, memakaikannya gaun tidur. Ia ingin Nania selalu merasa cantik.
Setiap hari Minggu Rafli mengajak mereka sekeluarga jalan-jalan keluar.
Awalnya tentu Nania sempat merasa risih dengan pandangan orang-orang di sekitarnya. Mereka semua yang menatapnya iba, lebih-lebih pada Rafli yang berkeringat mendorong kursi roda Nania ke sana kemari. Masih dengan senyum hangat di antara wajahnya yang bermanik keringat.
Lalu berangsur Nania menyadari, mereka, orang-orang yang ditemuinya di jalan, juga tetangga-tetangga, sahabat, dan teman-teman Nania tak puas hanya memberi pandangan iba, namun juga mengomentari, mengoceh, semua berbisik-bisik. Namun bisikan kali ini berbeda. Semua orang memuji Rafli.

Duapuluh dua tahun pernikahan. Nania menghitung-hitung semua, anak-anak yang beranjak dewasa, rumah besar yang mereka tempati, kehidupan yang lebih dari yang bisa dia syukuri. Meski tubuhnya tak berfungsi sempurna. Meski kecantikannya tak lagi sama karena usia, meski karir telah direbut takdir dari tangannya.
Waktu telah membuktikan segalanya. Cinta luar biasa dari laki-laki biasa yang tak pernah berubah, untuk Nania.


Unsur-unsur Intrinsik cerpen :
©      Tema                : Percintaan (jalan kehidupan )
©      Amanat            : Jangan pernah memandang sebelah mata terhadap orang lain.
©      Alur                  : campuran.
©      Penokohan       : Tokoh utama » Nania dan Rafli.
  Antagonis » Keluarga Nania.
  Tambahan » tetangga dan teman-teman Nania.
©      Latar                : Tempat » Rumah, kantor, rumah sakit.
  Suasana » Mengharukan.
©      Watak              : Nania » sungguh-sungguh memperjuangkan cintanya.
  Rafli » penyabar dan penyayang.
©      Sudut pandang  : orang ketiga.
©      Bahasa             : Bahasa Nasional


Unsur ekstrinsik cerpen : Perjuangan cinta.

No comments:

Post a Comment