Hari ini adalah hari
kasih sayang menurut beberapa orang. Namun bagiku tidak. Nyatanya aku hari ini
juga harus merelakan kristal-kristal air mataku keluar dari kelopak mata
indahku dan mengalir lembut terlukis dipipiku. Aku bingung dengan semua
kumbang-kumbang yang katanya ingin sekali memikat bunga hatiku. Mereka semua
mengecewakan. Tak ada yang peduli dengan risaunya perasaanku. Semua ucapannya
seperti tong kosong yang nyaring bunyinya. Tak ada perbuatakan yang mereka
lakukan untuk menghibur relung hatiku yang tengah hanyut dan terombang-ambing
bingung untuk menentukan arah.
Keesokannya aku bertemu
dengan Alvin teman hatiku. Saat bertemu denganku, bukannya tersenyum indah
tetapi malah menaruh muka yang merah padam. Ia mengetahui bahwa aku telah
selingkuh dengan Yoga temannya.
“Mana Yoga?” kata Alvin
menyindirku.
“Ya di rumahnya
mungkin.” Jawabku sinis.
“kok tidak diajak
sekalian!” tambahnya lagi.
“udahlah ngapain
menayakan orang yang tidak terlalu penting!”. Aku tidak mengerti mengapa ia bisa mengetahui
hunbungan yang diam-diam ku jalin dengan Yoga. Jujur hatiku semakin galau. Aku
sebenarnya tidak ingin menyakiti hati Yoga, tetapi aku juga tidak mau
kehilangan Alvin. Hari itu juga aku putus dengan Alvin. Hubungan yang telah
kujalin selama 3 bulan kandas sia-sia dan aku tidak menyesalinya.
Aku menyelidiki
sebenarnya siapakan yang memberitahu Alvin tentang hubunganku bersama Yoga. Dan
ternyata semua itu ulah Ardian teman dekat Alvin yang juga kuliah di perguruan
tinggi yang sama denganku, hanya saja ia sudah tinggal menunggu diwisuda.
Ketika itu dia
melihatku sedang dijemput Yoga. Aku pikir aku akan aman-aman saja karena rumah
Yoga berlawanan arah dengan rumah Alvin. Namun semua rencana itu gagal berantakan
hanya karena Ardian. Aku benar-benar membencinya, namun aku sadar seandainya
aku menjadi Ardian, mungkin aku juga akan melakukan hal yang sama jika melihat
kekasih sahabatku telah berhianat dengan teman sendiri. Aku diantara sadar dan
benci. Sadar tentang semua keburukanku akan terbongkar dan benci pada Ardian
yang ikut campur dalam hal percintaan orang lain hingga akhirnya aku harus
kehilangan dua-duanya.
Malamnya, Yoga
terisak-isak tangis ketika menelfonku. Dia tidak menyangka aku akan
memutuskannya secepat itu. Dia merasa hubungannya jauh lebih singkat dari umur
jagung sekalipun padahal ia sudah benar-benar mencintaiku bahkan telah
menceritakan semua kebaikanku pada ibunya dan berjanji akan mengenalkanku pada
ibunya itu.
Yoga tetap bersedih,
dia merasa lemah sekali menjadi sosok laki-laki. Dia bingung harus berkata apa
pada ibunya nanti jika ditanyai tentangku. Aku hanya bisa berkata maaf
untuknya. Aku hanya tidak ingin menyakiti hati Yoga lebih dalam lagi.
Hari-hariku tetap biasa
saja meski aku sudah putus dengan dua pria sekalipun. Sebab sebenarnya aku
masih memiliki Izzam. Izzam adalah tambatan hatiku setelah aku berpacaran
dengan Yoga pada waktu itu. Rasanya bersama Izzam lah aku menemukan kedamaian,
menemukan cinta sejati sehingga aku benar-benar tidak menyesal memutuskan Alvin
dan Yoga. Bahkan aku sempat menyesal mengapa aku harus kenal kepada mereka dan
mengapa aku tidak dari dahulu menemukan Izzam dalam bongkahan cintaku sehingga
tidak ada puing-puing hati yang runtuh karenaku.
Mungkin inilah sejarah
cinta yang harus aku lalui, menemukan cinta sejati setelah melalui hal-hal yang
cukup menguras emosi dan air mata.
Aku dan Izzam kini
berjanji untuk menjunjung tinggi kesetiaan. Bahwa kesetiaan itu adalah nomor
satu.
No comments:
Post a Comment