BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Proses
morfologi pada dasarnya adalah proses pembentukan kata dari sebuah bentuk dasar
melalui pembubuhan afiks (dalam proses afiksasi), pengulangan (dalam proses
reduplikasi), penggabungan (dalam proses komposisi), pemendekan (dalam proses
akronimisasi), dan pengubahan status (dalam proses konversi). prosedur ini
berbeda dengan analisis morfologi yang mencerai-ceraikan kata (sebagai satuan
sintaksis) menjadi bagian-bagian atau satuan-satuan yang lebih kecil. Jadi
kalau dalam analisis morfologi ; seperti menggunakan teknik immediate
Constituen Analysis, terhadap kata berpakaian misalnya, mula-mula kata
berpakaian dianalisis menjadi bentuk ber- dan pakaian; lalu membentuk pakaian dianalisis
lagi menjadi bentuk pakai dan –an. Maka dalam proses morfologi prosedurnya
dibalik: mula-mula dasar pakai diberi sufiks –an menjadi pakaian. Kemudian kata
pakaian itu diberi prefiks ber- menjadi berpakaian. Jadi, kalau analaisis
morfologi mencerai-ceraikan data kebahasaan yang ada, sedangkan proses
morfologi mencoba menyusun dari komponen-komponen kecil menjadi sebuah bentuk
yang lebih besar yang berupa kata kompleks atau kata yang polimorfemis.
Proses morfologis ialah cara pembentukan kata-kata dengan menghubungkan morfem
yang satu dengan yang lain (Samsuri, 1982:190). Atau, proses yang dialami
bentuk-bentuk lingual dalam menyusun kata-kata (Ahmadslamet, 1982:58). Lebih
jelas, proses morfologis ialah proses pembentukan kata-kata dari satuan lain
yang merupakan bentuk dasarnya (Ramlan, 1983:44).
Proses
morfologi melibatkan komponen :
© Bentuk
dasar,
© Alat
pembentukan (afiksasi, reduplikasi, komposisi, akronimisasi, dan konversi),
© Makna
gramatikal, dan
© Hasil
proses pembentukan.
1.2.
Tujuan
Setelah
membaca makalah ini diharapkan pembaca memiliki wawasan yang luas tentang proses
morfologi yang meliputi :
ª
Bentuk
dasar
ª
Pembentukan
kata
ª
Hasil
proses pembentukan
ª
Makna
gramatikal
ª
Tahap
pembentukan
ª
Bentuk
inflektif dan derivatif, dan
ª
Produktivitas
proses.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Bentuk Dasar
Bentuk
dasar adalah bentuk yang kepadanya dilakukan proses morfologi itu. Bentuk dasar
itu dapat berupa akar seperti baca, pahat, dan juang pada kata membaca, memahat dan berjuang.
Dapat berupa bentuk polimorfemis seperti bentuk bermakna, berlari, dan jual
beli kebermaknaan, berlari-lari dan berjual beli.
Dalam
proses reduplikasi bentuk dasar dapat berupa akar, seperti akar rumah pada kata
rumah-rumah, akar marah pada kata marah-marah.
Dalam
proses komposisi dapat berupa akar sate pada kata sate ayam, sate padang.
Menurut
kajian tradisional dan struktural bentuk dasar kata itu adalah sama, yaitu akar
ajar.
Konsep
bentuk kata dasar tidak sama dengan pengertian morfem dasar atau kata dasar,
karena bentuk dasar dapat juga berupa bentuk-bentuk polimorfemis.
2.2. Pembentukan Kata
Komponen
kedua dalam proses morfologi adalah alat pembentukan kata.
Ciri Pembentukan Kata :
a.
ada morfem yang berfungsi sebagai tempat penggabungan ( bentuk dasar ) dan
morfem yang berfungsi sebagai penggabung.
Contoh : men- ( penggabung )
membaca
baca ( bentuk dasar )
Contoh : men- ( penggabung )
membaca
baca ( bentuk dasar )
gotong
royong ( penggabung )
(
bentuk dasar )
b.
bentuk dasar tidak selalu morfem
Contoh : dipersatukan dibuat jadi bersatu
di persatukan buat jadi bersatu
(penggabung ) ( bentuk dasar )
per- satukan buat jadi satu
( penggabung ) ( bentuk dasar )
satu kan
( bentuk dasar ) ( penggabung )
Contoh : dipersatukan dibuat jadi bersatu
di persatukan buat jadi bersatu
(penggabung ) ( bentuk dasar )
per- satukan buat jadi satu
( penggabung ) ( bentuk dasar )
satu kan
( bentuk dasar ) ( penggabung )
c.
penggabungan atau perpaduan morfem – morfem itu mengalami penambahan atau
perubahan arti.
d.
sebagai akibat proses morfologis, perubahannya bersistem atau beraturan.
Contoh : membuat, membantu, menyapu.
Akan tetapi, perubahan kata putra, putri, dewa,dewi tidak dapat dikatakan proses morfologis karena tidak beraturan dalam arti tidak bisa dibuat bentukan lain.
Contoh : membuat, membantu, menyapu.
Akan tetapi, perubahan kata putra, putri, dewa,dewi tidak dapat dikatakan proses morfologis karena tidak beraturan dalam arti tidak bisa dibuat bentukan lain.
Alat
pembentukan dalam proses morfologi adalah :
§ Afiks
dalam proses afiksasi
§ Pengulangan
dalam proses reduplikasi
§ Penggabungan
dalam proses komposisi
§ Pemendekan
atau penyingkatan dalam proses akronimisasi, dan
§ Pengubahan
status dalam proses konversi.
Dalam
proses afiksasi sebuah afiks diimbuhkan pada bentuk dasar
sehingga hasilnya menjadi sebuah kata.
Bentuk
(atau morfem) terikat yang dipakai untuk menurunkan kata disebut afiks atau
imbuhan (Alwi dkk., 2003: 31). Pengertian lain proses pembubuhan imbuhan pada
suatu satuan, baik satuan itu berupa bentuk tunggal maupun bentuk kompleks,
untuk membentuk kata (Cahyono, 1995:145).
Afiksasi
adalah proses pembubuhan afiks pada sebuah dasar atau bentuk dasar. Dalam
proses ini terlibat unsur-unsur (1) dasar atau bentuk dasar,(2) afiks,dan (3)
makna gramatikal yang dihasilkan.
Contoh:
pukul -> di + pukul ->dipukul
makan ->makan + an ->makanan
hujan ->ke + an + hujan ->kehujanan
pukul -> di + pukul ->dipukul
makan ->makan + an ->makanan
hujan ->ke + an + hujan ->kehujanan
Bentuk-bentuk
dasar atau dasar yang menjadi dasar dalam proses afiksasi dapat berupa akar,
yakni bentuk terkecil yang tidak dapat disegmentasikan lagi. Dapat juga berupa
bentuk kompleks, dapat juga berupa frase.
Afiks
adalah sebuah bentuk, biasanya berupa morfem terikat, yang diimbuhkan pada
sebuah dasar dalam proses pembentukan kata. Sesuai dengan sifat kata yang
dibentuknya. Dibedakan adanya dua jenis afiks, yaitu afiks inflektif dan afiks
derivative. Denagn afiks inflektf adalah afiks yang digunakan dalam pembentukan
kata-kata inflektif atau para digma infleksional. Dalam bahasa Indonesia
dibedakan adanya prefiks me-
yang inflektif dan prefiks me- yang derivative. Sebagai afiks
inflektif prefiks me- menandai bentuk kalimat indikatif aktif, sebagai
kebalikan dari prefiks di- yang menandai bentuk indikatif. Sebagai afiks
derivative, prefiks me- membentuk kata baru, yaitu kata identitas leksikalnya
tidak sama dengan bentuk dasarnya.
Dilihat
dari posisi melekatnya pada bentuk dasar biasanya dibedakan adanya
prefiks,infliks, sufiks.
Yang
dimaksud dengan infiks adalah afiks yang diimbuhkan di tengah bentuk dasar.
Yang
dimaksud dengan sufiks adalah yang diimbuhkan pada posisi akhir bentuk dasar.
Konfiks
adalah afiks yang berupa morfem terbagi, yang bagian pertama berposisi pada
awal bentuk, dan bagian yang kedua berposisi akhir bentuk dasar.
© Proses morfemis menurut Verhaar
¨ Afiksasi adalah pengimbuhan afiks
¨ Prefiks adalah imbuhan di sebelah kiri bentuk dasar. Contoh: mengajar
¨
Sufiks
adalah imbuhan di sebelah kanan bentuk dasar. Contoh: ajarkan
¨ Infiks adalah imbuhan yang disisipkan dalam
kata dasar. Contoh: gerigi
¨
Konfiks
adalah imbuhan dan akhiran pada sebuah bentuk dasar. Contoh: perceraian
¨ Fleksi adalah afiksasai yang terdiri atas
golongan kata yang sama. Contoh:
mengajar – diajar
¨ Derifasi adalah afiksasi yang terdiri atas
golongan kata yang tidak sama. Contoh:
mengajar – pengajar
Afiksasi
sering pula disinonimkan dengan proses pembubuhan afiks. Seperti telah
dijelaskan, afiksasi merupakan salah satu proses morfologis. Afiksasi dalam
bahasa Indonesia sangat memegang peranan penting. Hal itu didasarkan pada suatu
kenyataan, bahwa bahasa Indonesia termasuk rumpun bahasa aglutinatif.
Afiksasi yaitu penggabungan akar (istilah lain untuk morfem bebas)
atau pokok kata dengan afiks (Samsuri, 1982:190). Namun Ramlan (1983:47) lebih
lanjut menyebut afiksasi itu sebagai pembubuhan afiks pada suatu satuan
(bentuk), baik tunggal maupun kompleks untuk membentuk kata. Hasil afiksasi
disebut kata berafiks atau kata berimbuhan. Lubis (1954:39) dan Anshar (1969:9)
menyebutkan dengan istilah kata bersambungan.
Dari dua pernyataan tersebut, kita dapat mengambil satu perbedaan
pengertian yang dilontarkan oleh Samsuri dan Ramlan. Perbedaan bukan terletak
pada peristiwa afiksasinya, tetapi terletak pada bentuk dasarnya. Samsuri
menyebutkan bahwa bentuk dasar yang dilekati afiks berupa akar (bentuk tunggal
bebas atau morfem bebas) dan pokok kata, sedangkan Ramlan, menyebutnya bentuk
tunggal maupun kompleks. Dalam hal ini, penulis sependapat dengan Ramlan, bahwa
pada dasarnya afiksasi dalam bahasa Indonesia.tidk ahanya dibentuk dari bentuk
dasar yang bermorfem tunggal, tetapi bisa pula bentuk kompleks. Agar lebih
jelas perhatikanlah korpus berikut.
|
Afiks
|
Bentuk Dasar
|
Hasil
|
|
|
Tunggal
|
Kompleks
|
||
|
peN-
peN-an
per-an
ber-
-an
di-kan (?)
meN-kan (?)
|
temu
tampil
-
-
makan
-
-
-
|
-
-
tanggung jawab
pakaian
-
berhenti
satu padu
ke samping
|
penemu
penampilan
pertanggungjawaban
berpakaian
makanan
diberhentikan
menyatupadukan
mengesampingkan
|
Dengan
memeprhatikan contoh yang berada dalam korpus, nyatalah bahwa bentuk dasarkata
berafiks bahasa Indonesia mungkin berupa bentuk tunggal (temu, tampil, makan),
mungkin kompleks (tanggung jawab, pakaian, berhenti, satu padu, ke samping).
Bentuk
dasar kata berafiks mungkin berupa: morfem bebas atau istilah Samsuri akar,
seperti makan, mungkin berupa pokok kata seperti juang;
mungkin berupa kata berafiks seperti pakaian, berhenti; mungkin gabungan
kata seperti tanggung jawab; atau mungkin frase seperti ke
samping.
Berdasarkan
kenyataan di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa afiksasi atau
pembubuhan afiks ialah pembentukan kata baru dengan carameletakkan afiks atau
imbuhan pada suatu bentuk dasar, baik bentuk tunggal maupun kompleks.
Proses
afiksasi dalam bahasa Indonesia, dibedakan menjadi empat macam. Pertama,
proses pelatakkan afiks di muka bentuk dasar yang bisa disebut prefiksasi
(prefixation; proses pembubuhan awalan); contoh: ke- + kasih menjadi kekasih. Kedua,
proses pelatakkan afiks di tengah-tengah bentuk dasar yang biasa biasa disebut
infiksasi (infixation; proses pembubuhan sisipan); contoh –el- + tunjuk menjadi
telunjuk. Ketiga, proses peletakkan aiks pada akhir bentuk dasar yang
biasa disebut sufiksasi (suffxation; proses pembubuhan akhiran); contoh: -an +
genang menjadi genangan. Keempat, proses pembubuhan afiks dengan cara
membubuhkan afiks di awal dan di akhir (mengapit) bentuk dasar sekaligus
disebut konfiksasi ambifikasi (konfixation; ambifixation; proses pembubuhan
imbuhan gabungan), seperti: ke-an + mati menjadi kematian
Jika
kita membicarakan afiksasi, maka kita tidak bisa memisahkannya dengan afiks
atau imbuhan itu sendiri. Artinya, pembicaraan afiksasi atau proses pengimbuhan
harus selalu diikuti oleh pembicaraan afiks atau imbuhan itu sendiri. Keraf
(1982:93) menyebutnya, hubungan keduanya seperti ikan dengan air.
Pada
bagian terdahulu, telah dijelaskan bahwa afiks disebut bentuk ikat secara
morfologis (baca kembali bentuk bebas dan bentuk ikat). Ahmadslamet (1981:59)
mendefinisikan afiks sebagai satuan atau bentukan yang merupakan morfem ikat
yang selalu hadir dengan keadaan bergabung dengan bentukan lainnya dalam
membentuk bentukan lainnya yang lebih besar. Afiks ialah satuan (ter-)ikat yang
dalam suatu kata merupakan unsur yang bukan kata dan bukan pokok kata yang
memiliki kesanggupan melekat pada satuan lain untuk membentuk kata.untuk
menjelaskan pengertian di atas, perhatikanlah contoh berikut!
|
Afiks
|
Bentuk Dasar
|
Kata Berafiks
|
|
ber-
di-
-an
-i
-kan
-el-
peN-an
|
jalan
tendang
kunjung
duduk
masuk
tapak
nanti
|
berjalan
ditendang
kunjungan
duduki
masukkan
telapak
penantian
|
Berdasarkan
tebel di atas jelas terlihat bahwa afiks (ber-, di-, -an, -i, -kan, -el-,
peN-an; dan banyak lagi) kalau berdiri sendiri tidak mempunyai arti apa-apa.
Bentuk tersebut (afiks) tidak dapat beriri sendiri dalam tuturan biasa. Afiks
baru mempunyai arti atau makna jika mereka digabungkan pada bentuk lain seperti
terlihat pada korpus di atas.
Dapat
dilihat pada korpus di atas, afiks berfungsi membentuk kata-kata baru. Bahkan
menurut Ramlan, afiks pun selain membentuk kata, juga membentuk pokok kata
seperti pada duduki dan masukkan.
Oleh
karena itu ada pula yang menyebut bentuk-bentuk seperti itu dengan istilah pokok
kata kompleks. Ahmadslamet (1982:90) tidak sependapat dengan istilah pokok
kata untuk contoh seperti itu sebab pokok kata diartikan sebagai morfem ikat.
Bentuk-bentuk seperti itu bisa hadir dalam tuturan biasa atau dalam kalimat
secara bebas, seperti: “Buku itu sudah saya masukkan ke dalam tas.” Atau
“Jangan anda duduki kursi itu.”. bentuk seperti itu beliau namakan kata kerja
yang memiliki cirri khusus.
Ada
bentuk lain yang mirip afiks seperti di-, ke-, dari, -lah pada di
pinggir (jalan), ke sudut, dari kota, makanlah; juga bentuk-bentuk
seperti: ku-, -ku, -mu, -nya, -isme pada kutarik, bajuku, dagumu,
hidungnya, patriotisme. Golongan pertama disebut morfem ikat secara
sintaksis dan yang kedua disebut klitik
Berdasarkan
paparan di atas, dapatlah ditarik suatu kesimpulan bahwa afiks atau imbuhan
merupakan bentuk satuan terikat yang jika dilekatkan pada bentuk dasar akan
mengubah makna bentuk tersebut.
Dari letak atau posisi melekatnya, afiks dapat dibagi menjadi empat macam yaitu
prefiks atau awalan, infiks atau sisipan, sufiks atau akhiran, dan konfiks atau
imbuhan gabungan (ada pula yang menyebutnya ambifiks, imbuhan ganda).
Prefiks
atau awalan ialah afiks atau imbuhan yang dilekatkan pada awal bentuk dasar.
Infiks atau sisipan yaitu afiks atau imbuhan yang dilekatkan di tengah-tengah
bentuk dasar. Sufiks atau akhiran yaitu afiks atau imbuhan yang dilekatkan
sesudah bentuk dasar. Konfiks atau imbuhan gabungan yaitu afik atau imbuhan
yang mengapit bentuk dasar dengan cara melekat secara bersama-sama yang
membentuk satu fungsi dari satu arti. Untuk dapat mengetahui afiks-afiks bahasa
Indonesia secara jelas, lihatlah korpus berikut.
|
Prefiks
|
Infiks
|
Sufiks
|
Konfiks
|
|
meN-
Ber-b
di-
peN-
pe-
per-
se-
ke-
ter-
a-
maha-
para
pra-
|
-el-
-er-
-em-
|
-kan
-an
-i
-nya
-wan
-man
-wati
-is
|
meN-kan
ber-an
ber-kan
se-nya
per-an
peN-an
di-kan
ke-an
meN-i
|
Ditinjau dari asalnya, afiks bahasa Indonesia dapat dibedakan
menjadi dua macam yaitu afiks asli dan afiks dari bahasa asing. Afiks asli
ialah afiks-afiks yang emmang merupakan bentukan atau afik dari bahasa
Indonesia itu sendiri, sedangkan afiks asing ialah afiks yang berasal atau
hasil pungutan dari bahasa asing yang kini telah menjadi bagian sistem bahasa
Indonesia.
Untuk
menyatakan suatu afiks bahasa asing telah diterima menjadi afiks bahasa Indonesia,
apabila afiks tersebut sudah mampu keluar dari lingkungan bahasa asing dan
sanggup melekat pada bentuk dasar bahasa Indonesia. Ramlan (1983:52) memberikan
gambaran afiks –in dan –at pada kata muslimin dan muslimat
merupakan afiks bahasa Arab, belum dapat digolongkan ke dalam afiks bahasa
Indonesia, meskipun di samping muslimin dan muslimat ada bentuk muslim. Namun
demikian, kedua afiks tersebut belum mampu melekat pada bentuk dasar bahasa
Indonesia lainnya. Kedua afiks tersebut hanya mampu melekat pada bentuk dasar
bahasa Arab. Berbeda dengan afiks maha- yang berasal dari bahasa
Sangsekerta misalnya, ia mampu melekatkan diri pada bentuk-bentuk dasar bahasa
Indonesia seperti: murah, besar, adil, bijaksana, pengasih, pengampun, guru,
siswa.
Afiks-afiks
yang berasal dari bahasa asing dapat kita kelompokan: pra-,
para-, -wan, -wati, -man, a-, -is, -nda/-da.
Afiks-afiks sepeti: meN-, ber-, di-, peN-, pe-, per-, se-, ke-, ter-, -el-,
-er-, -em-, -kan, -an, -i, -nya, meN-kan, meN-i, ber-an, ber-kan, se-nya, peN-an,
per-an, di-kan, ke-an merupakan afiks-afiks asli bahasa Indonesia.
Jika
kita perhatikan afiks-afiks yang telah yang telah diuraikan pada bagian
terdahulu, ada afiks terbatas sekali penggunaannya dan ada yang memiliki
kemampuan melekat pada satuan lain yang lebih besar. Afiks –da,
misalnya, hanya melekat secara terbatas pada bentuk-bentuk yang menyatakanmakna
kekeluargaan, seperti: ayahanda, ibunda, pamanda, adinda, kakanda.
Contoh lain afiks-afiks –el-, -er-, dan –em- hanya melekat pada
bentuk-bentuk yang sudah ada, tidak mampu menghasilkan bentuk atau kata-kata
baru.
Di lain
pihak seperti afiks meN-, secara distributive mampu menghasilkan kata-kata baru
begitu produktif, seperti terlihat pada kata-kata, melayar, melebar,
melangkah, menjadi, membengkak, membisu, menjawab, mencabik-cabik, mengangkat,
mengangkut, menyanyi, menyapu, menyisir, menghunus, mengintai, mengebom,
mengecat, mengetik, dan banyak lagi. Golongan afiks yang pertama disebut afiks
yang improduktif, sedangkan golongan yang kedua afiks yang produktif.
Berdasarkan
contoh di atas, dapatlah disimpulkan bahwa afiks improduktif ialah afiks yang
tidak distributive, yang tidak memiliki kemampuan untuk melekatkan diri pada
bentuk lain yang lebih banyak, terbatas pada satuan-satuan tertentu, sedangkan
afiks produktif merupakan kebalikan afiks improduktif ialah afiks yang
distributive yang besar kesanggupannya melekatkan diri pada morfem-morfem lain
lebih banyak.
Ramlan
(1983:55) menyatakan afiks-afiks pra-, a-, -el-, -er-, -em-, -is, -man,
dan -wi merupakan afiks-afiks yang improduktif. Afiks-afiks yang
tergolong produktif yaitu peN-, meN-, ber-, di-, ke-, ter-, per-, se-, maha-,
para-, -kan, -an, -i, -wan, meN-kan, ber-kan, per-an, peN-an, di-kan, ke-an,
ber-an, se-nya.
Alat
pembentukan kedua adalah pengulangan bentuk dasar yang digunakan dalam proses
reduplikasi. Hasil dari proses reduplikasi ini lazim
disebut dengan istilah kata ulang.
Reduplikasi
adalah pengulangan satuan gramatikal, baik seluruhnya maupun sebagian, baik
disertai variasi fonem maupun tidak (Cahyono, 1995:145).
Reduplikasi
adalah proses morfemis yang mengulang bentuk dasar, baik secara keseluruhan,
secara sebagaian (parsial) maupun dengan perubahan bunyi.
Proses
reduplikasi dapat bersifat paradigmatic (infleksional) dan dapat pula bersifat
derifasional. Reduplikasi yang paradigmatic tidak mengubah identitas leksikal.
Melainkan hanya memberi makna gramatikal. Yang bersit derivasionl membentuk
baru atau kuang identitas leksikalnya berbeda deng bentuk dasarnya.
Contoh:
rumah ->rumah-rumah
berjalan ->berjalan-jalan
pukul ->pukul-memukul
rumah ->rumah-rumah
berjalan ->berjalan-jalan
pukul ->pukul-memukul
Proses pengulangan atau
reduplikasi merupakan proses morfologis yang banyak terjadi pada bahasa-bahasa
di dunia. Reduplikasi ialah proses pengulangan bentuk yang terjadi pada
keseluruhan bentuk dasar atau sebagian saja, mungkin diikuti oleh variasi fonem
atau pun tidak. Bentukan yang terjadi dari hasil reduplikasi disebut kata
ulang (Ahmadslamet, 1980:61; Pamlan,1983:55) sedangkan bentuk (satuan) yang
diulang disebut bentuk dasar (Ramlan, 1983:55).
Sebagai
gambaran untuk mempertegas definisi tersebut, perhatikan korpus di bawah ini.
|
Bentuk Dasar
duduk
berjalan
anak
lauk
|
Kata Ulang
duduk-duduk
berjalan-jalan
anak-anakan
lauk pauk
|
Þ Masalah Bentuk Dasar Kata Ulang
Kalau
kita tinjau berbagai buku tata bahasa, di antara mereka terdapat perbedaan
dalam mengklasifikasikan atau membagi-bagi kata. Sebagai contoh, kata berjalan-jalan
oleh Gorys Keraf (1982:120) dan Alisahbana (l954:68) dimasukan ke dalam macam
kata ulang berimbuhan, sedangkan Slametmulyana (1957:38), Ramlan (1983:57), dan
Ahmadslamet (1982:61) menggolongkannya ke dalam kata ulang sebagian.
Perbedaan
pengklasifikasian atau penggolongan seperti di atas disebabkan oleh bedanya sistem
konsepsi (Parera, 1980:40). Keraf dan Aliisjahbana berdsarkan pada konsepsi
kata dasar, sedangkan Slametulyana, Ramlan, dan Ahmadslamet.
berlandaskan pada bentuk dasar. Kata dasar merupakan istilah dalam tata
bahasa tradisional yang maknanya hampir sama dengan bentuk bebas yakni kata
yang belum mengalami perubahan atau penambahan. (Alisahbana, 1954:6). Umumnya
kata dasar bahasa Indonesia dan juga semua bahasa yang sekeluarga dengan bahasa
Indonesia terjadi dari dua suku kata (Keraf,1982:51) .
Dengan
berbedanya konsepsi dalam membahas pengulangan, maka jelaslah hasilnya pun akan
berbeda. Berdasarkan hasil teori, saya cenderung terhadap pendapat yang
menggunakan bentuk dasar sebagai konsepsi penggolongan pengulangan. Dengan
perkataan lain, bentuk dasar pengulangan mungkin merupakan bentuk (satuan) yang
bermorfem tunggal mungkin pula jamak.
Þ Menentukan Bentuk Dasar Kata Ulang
Untuk
mementukan bentuk dasar suatu kata ulang, Ramlan, (1983:57) rnenggunakan dua
prinsip. Kedua prinsip tersebut ialah:
1)
Reduplikasi (pengulangan) pada dasarnya tidak mengubah golongan atau jenis
kata. Dengan berpegang pada prinsip tersebut dapatlah ditentukan jika kata
ulang itu termasuk jenis kata kerja, maka bentuk dasarnya pun kata kerja. Jika
kata ulang tersebut termasuk kata benda, maka bentuk dasarnya pun kata benda.
Perhatikan contoh-contah berikut!
berkata-kata
(k. kerja): bentuk dasarnya berkata (kata kerja) bukan kata (kata benda)
gunung-gunung
(k. benda): bentuk dasarnya gunung (kata benda)
kemerah-merahan
(k. sifat): bentuk dasarnya merah (k. sifat )
melemparkan
(k. kerja): bentuk dasarnya melempar (k. kerja)
pemikiran-pemikiran
(k. benda) : bentuk dasarnya pemikiran (k. benda)
2)
Bentuk dasar kata ulang selalu berupa bentuk (satuan) yang terdapat dalam
penggunaan bahasa. Contohnya:
mempertahan-tahankan
: bentuk dasarnya mempertahankan bukan memertahan
karena tidak terdapat di dalam pemakaian bahasa
rnengata-ngatakan
: bentuk dasarnya mengatakan
berdesak-desakkan
: bentuk dasarnya berdesakkan
Pada
kata ulang menulis-nuliskan, ada dua kemungkinan sebagai bentuk
dasarnya. Pertama bentuk dasarnya mungkin menulis diulang menjadi menulis-nulis,
setelah itu mendapat afiks -kan menjadi menulis-nuliskan. Kedua, bentuk
dasarnya mungkin menuliskan diulang menjadi menulis-nuliskan.
Þ Macam-macam Pengulangan
Pengulangan
dalam bahasa Indonesia dapat dibedakan menjadi empat macam. Pembedaan ini
ditinjau dari cara mengulang suatu bentuk dasarnya. Berikut ini paparan keempat
macam pengulangan tersebut.
1)
Pengulangan Utuh atau Pengulangan Seluruhnya
Pengulangan utuh atau pengulangan seluruhnya yaitu pengulangan seluruh bentuk
dasar, tanpa perubahan fonem dan juga tidak berkombinasi dengan proses
afiksasi. Hasilnya disebut kata ulang seluruhnya atau kata ulang utuh, istilah
Keraf (1982:119) dwilingga, sedangkan Parera (1982:52) menyebutnya bentuk ulang
simetris.
Contohnya:
tong → tong-tong
buku → buku-buku
kebaikan → kebaikan-kebajkan
pembangunan → pembangunan-pembangunan
2) Pengulangan Sebagian
Pengulangan sebagian ialah proses pembentukan kata dengan cara mengulang
sebagian bentuk dasarnya, Perhatikanlah contoh berikut!
tamu →
tetamu
laki →
lelaki
ditarik →
ditarik-tarik
dilemparkan
→ dilempar-lemparkan
tumbuhan
→ tumbuh-tumbuhan
Berdasarkan
contoh-contoh di atas, kita dapat menarik suatu kesimpulan bahwa pengulangan
sebagian pada bentuk dasar bermorfem tunggal, yang diulang hanya suku kata
awalnya (lelaki, tetangga). Vokal suku kata yang diulang mengalami pelemahan
dan bergeser ke posisi tengah menjadi é pepet (contoh lain: luasa menjadi
leluasa; luhur menjadi leluhur). Pengulangan sebagian yang, bentuk dasarnyab
bentuk kompleks, cenderung hanya mengulang bentuk asalnya (ditarik-tarik,
dilempar-lemparkan, tumbuh-tumbuhan, yang diulang tarik, lempar, tumbuh).
Parera
(1982:53) memperkenalkan istilah lain, yaitu bentuk ulang regresif dan bentuk
ulang progresif. Pengertian itu akan menjadi jelas dengan melihat korpus
berikut.
|
Bentuk Ulang
|
||||
|
Regresif
|
Bentuk Dasar
|
Progresif
|
||
|
dorong
sepak
tolong
|
−
−
−
|
mendorong
menyepak
menolong
mendorong
menyepak
terbatuk
berbeda
berganti
perlahan
pertama
|
−
−
−
−
−
−
−
|
dorong
nyepak
batuk
beda
ganti
lahan
tama
|
Jadi
apakah bentuk ulang regresif dan bentuk ulang progresif? Sebuah bentuk ulang
disebut bentuk ulang regresif, jika dalam bentuk ulang tersebut dapatt
ditemukan atau tampak “dasar kata” (bentuk asal, pen.). Sedangkan bentuk ulang
progresif adalah sebuah bentuk ulang yang mengulang sebagian bentuk dasar dan
bentuk itu terikat kepada bentuk dasar.
Tampak
jelas dari contoh-contoh di atas, bentuk dasar yang berafiks meN- pada umumnya
mengalami bentuk ulang regresif dan kadang-kadang progresif. Bentuk dasar yang
berafiks ter-, ber-, dan per- pada umumnya mengalami bentuk ulang progresif
(Parera, 1982:53). Pada bentuk ulang regresif, tampaklah bahwa bentuk dasar
yang diulang letaknya di belakang “morfem ulang”, sedangkan bentuk ulang
progresif bentuk dasar yang diulang terletak di depan “morfem ulang”.
3) Pengulanan Serempak
dengan Afiksasi
Pengulangan golongan ini dilakukan dengan cara mengulang seluruh bentuk dasar
sekaligus dengan afiksasi dan bersama-sama mendukung satu fungsi dan satu arti.
Misalnya kata anak-anakan. Berdasarkan prinsip ke-2, yang menyatakan
bahwa ”bentuk dasar kata ulang merupakan satuan atau bentuk yang terdapat dalam
bahasa,” kita dapat menentukan bahwa bentuk dasarnya anak, bukan anakan.
Anakan tidak terdapat dalam penggunaan bahasa Indonesia,
Berdasarkan
penjelasan di atas, kita mencoba mencari proses terbentuknya kata anak-anakan.
Pertama bentuk dasar anak-anakan mungkin anak-anak, lalu mendapat
imbuhan menjadi anak-anakan. Kedua bentuk dasar anak-anakan
bentuk dasarnya anak diulang dengan mendapat afiks -an sekaligus.
Berdasarkan
faktor arti, alternatif pertama tidaklah mungkin. Pengulangan anak
menjadi anak-anak mempunyai makna atau arti banyak, sedangkan pada kata anak-anakan
makna tersebut tidak ada. Yang ada adalah arti atau makna ‘menyerupai apa
yang tersebut pada bentuk dasar’. Jelaslah bahwa satu-satunya alternatif ialah
kata anak-anakan terbentuk dari bentuk dasar anak yang diulang
serempak dengan melekatnya afiks –an.
Contoh
lainnya lihatlah berikut ini!
kereta →
kereta-keretaan
hijau →
kehijau-hijauan
cantik →
secantik-cantiknya
Dengan
melihat contoh di atas, Prawirasumantri (1986:7) merumuskan reduplikasi
serempak dengan afiksasi tiga macam yaitu: (1) R-an (Peduplikasi + afiks
-an), (2) ke-an (Reduplikasi + afiks ke-an), dan
(3) se-R-nya (Peduplikasi + afiks se-nya).
4) Pengulangan dengan Perubahan Fonem
Pengulangan dengan perubahan fonem ialah pengulangan seluruh bentuk dasar
dengan disertai adanya perubahan fonem bentuk dasar yang diulangnya, baik vokal
maupun konsonan. Perhatikan contoh berikut!
gerak →
gerak-gerik
serba →
serba-serbi
lauk →
lauk-pauk
ramah →
ramah-tamah
sayur →
sayur-mayur
Parera
(1982:55) menyebutnya dengan istilah lain yaitu bentuk ulang vokal dan bentuk
ulang konsonan. Beliau meninjau dari segi struktur. Bentuk ulang vokal ialah
pengulangan terhadap vokal-vokal bentuk dasar sedangkan bunyi-bunyi konsonan
mengalami variasi atau berselisih dengan bunyi-bunyi konsonan bentuk dasar.
Bentuk
ulang konsonan sebaliknya dan bunyi ulaing vocal yaitu pengulangan
konsonan-konsonan dan bentuk dasar dan bunyi-bunyi vokal mengalami variasi atau
berselisih dengan bunyi-bunyi vokal bentuk dasar. Agar pengertian tersebut
jelas, perhatikan contoh-contoh berikut.
|
Bentuk Dasar
|
Bentuk Ulang
|
Bunyi yang Diulang
|
|
|
Vokal
|
Konsonan
|
||
|
serba
warna
balik
gerak
ramah
lauk
cerai
tegap
|
−
−
−
−
ramah-tamah
lauk-pauk
cerai-berai
tegap-begap
|
serba-serbi
warna-warni
bolak-balik
gerak-gerik
−
−
−
−
|
s, r, b
w, r, n
b, l, k
g, r, k
a, a
a, u
e, ai
e, a
|
Dapatlah
dilihat bahwa penggolongan ini melihat apa yang diulang. Empat contoh pertama
menunjukkan bahwa yang diulang adalah bunyi-bunyi konsonan, bentuk ulangnya
disebut bentuk ulang konsonan, (yang diulang adalah a, r, b pada serba-serbi,
w, r, n pada warna-warni, b, 1, k pada bolak-balik, g r, k pada gerak-gerik),
sedangkan empat contoh berikutny memperlihatkan bahwa yang diulangnya adalah
vokal-vokal bentuk dasar, itu termauk bentuk ulang vokal (yang diulangnya
ialah: a, a pada ramah-tamah, a, u pada lauk-pauk, e, ai pada cerai—berai, dan e, a
pada tegap-begap).
Þ Bentuk-bentuk Lain yang Mirip Kata Ulang
Pada
suatu malam, ada seseorang yang berteriak, Maling! Maling! atau
Kebakaran! Kebakaran!. Ada seoran pedagang mengucapkan, “Pisang! Pisang! Kacang
! Rokok! Rokok!. Dengar pula nyanyian, “Boleh, boleh, boleh, dipandang, asal
jangan, jangan dipegang!”.
Jika
dilihat secara sekilas, bentuk-bentuk di atas tampaknya sama dengan kata ulang
(Parera menyebutnya bentuk ulang). Memang secara struktur, bentuk-bentuk
tersebut dapat dikembalikan pada bentuk dasar masing-masing, akan tetapi ada
kaitan rnakna di antara unsur-unsurnya. Dalam hal ini kata-kata yang diulang
ini mempunyai otonomi sendiri-sendiri. Hubungan makna unsur-unsur yang diulang
itu tidak ada. Bentuk-bentuk seperti itulah yang kadang-kadang membuat kita
tersesat. Bentuk-bentuk itu terdiri atas beberapa kata, berbeda dengan kata
ulang termasuk satu kata. Bentuk-bentuk itu disebut ulangan kata.
Perhatikan
pula bentuk-bentuk seperti: cumi-cumi, lobi-lobi, ani-ani, kupu-kupu.
Bentuk-bentuk ini pun tampaknya seperti kata ulang. Namun kalau kita kaji lebih
jauh, bentuk-bentuk seperti ini tidak mempunyai bentuk dasar. Cumi, lobi, ani,
kupu tidak ada dalam penggunaan bahasa, oleh karena itu tidak mungkin merupakan
bentuk dasar. Bentuk-bentuk seperti teramasuk kata dasar atau kata yang
bermorfem tunggal.
Bentuk
lain yang sering dikacaukan dengan kata ulang antara lain bentuk-bentuk
seperti: simpang-siur, sunyi-senyap, lalu-lalang, beras-petas. Effendi
(1958:44), misalnya menyebutkan bentuk-bentuk seperti itu termasuk kata ulang
berubah bunyi. Kalau kita menyebutkan bentuk-bentuk seperti itu kata ulang,
mungkinkah siur, senyap, lalang, dan petas masing-masing
perubahan dan simpang, sunyi, lalu, dann beras? Perubahan-perubahan seperti itu
sukar dijelaskan dan secara deskriptif hal itu tidak mungkin.
Oleh
karena itu, Ramlan (1983:51) menggolongkan bentuk-bentuk seperti itu masuk kata
majemuk yang salah satu unsurnya berupa morfem unik, yakni morfem-morfem yang
hanya mampu berkombinasi dengan satu bentuk tertentu .
Alat
pembentukan ketiga adalah penggabungan sebuah bentuk pada bentuk dasar yang ada
dalam
komposisi.
Komposisi adalah hasil
dan proses penghubung morfem dasar dengnmorfem dasar, baik yang bebas maupun
yang terikat , sehingga berbentuk sebuah konstruksi yang memiliki identitas
leksikal yang berbeda , atau yang baru. Misalnya, lalu lintas daya juang, dan
rumah sakit. Sutan Takdir Alisjahban (1953), yang berpendapat bahwa kata
mejemuk adalah sebuah kata memiliki makna baru yang tidak merupakan gabungan
makna unsur-unsurnya. Verhar (1978) menyatakan suatu komposisi di sebut kata
majemuk kalau hubungan kedua unsurnya tidak bersifat sintaktis. Sehingga Komposisi
atau pemajemukan (perpaduan) adalah penggabungan dua kata atau lebih dalam
membentuk kata.
Contoh:
kepala + batu ->kepala batu
mata + pelajaran ->mata pelajaran
Contoh:
kepala + batu ->kepala batu
mata + pelajaran ->mata pelajaran
» Pengertian Pemajemukan dan Kata Majemuk
Pemajemukan
yaitu proses morfologis yang berupa perangkaian (bersama-sama) dua buah bentuk
dasar (bentuk asal) atau lebih yang menghasilkan satu kata (Prawirasumantri,
1986:10), Hasil proses pemajemukan disebut kata majemuk, Ramlan (1983:67)
mendefinisikan kata majemuk yakni kata yang terdiri dari dua kata atau lebih
sebagai unsurnya.
Sedangkan
Badudu (1976: 8) mendefinisikannya, gabungan dua buah morfem dasar atau lebih
yang mengandung (memberikan) suatu pengertian baru. Kata majemuk tidaklah
menonjolkan arti tiap kata, tetapi gabungan kata tersebut bersama-sama
membentuk suatu makna.
Dan
definisi yang dikemukakan ada perbedaan pengertian kata majemuk menurut Ramlan
dengan Badudu, Jika Ramlan mendefinisikan kata mjemuk, “kata yang terdiri dan
dua kata atau lebih”, maka kata-kata seperti beras-petas, lalu-lalang,
simpang-siur yang oleh Ramlan dimasukkan ke dalam kata majemuk, hal itu
tidak dapat dipertahankan lagi. Benarkah petas, lalang, dan siur termasuk kata?
Jelas tidak benar. Supaya kata-kata seperti itu dapat digolongkan ke dalam kata
majemuk, maka definisi kata majemuk ialah “ kata yang dihasilkan dengan cara
menggabungkan dua buah bentuk dasar atau lebih yang berbeda”. Sedangkan proses
pemajemukan atau komposisi dapat didefinisikan, proses penggabungan dua buah
bentuk dasar atau lebih yang berbeda untuk menghasilkan sebuah kata baru.
» Ciri-ciri Kata Majemuk
Ramlan
(1983:67), Prawirasumantri (1986:11), dan Ahmadslamet (1982:66) menerangkan,
sekilas kata majemuk sukar dibedakan dan bentuk lingual atau satuan gramatik
yang berupa konstruksi predikatif, yakni suatu konstruksi yang terdini atas
subjek dan predikat, dan konstruksi endosentris yang atributif yakni frase yang
rnempunyai distribusi yang sama dengan salah satu atau semua unsurnya.
Agar
perbedaannya jelas, analisislah bentuk kamar mandi dan adik mandi.
Tampaknya dua bentuk tersebut sama, karena sama-sama dibangun oleh KB + KK.
Akan tetapi kalau kita analisis, kedua bentuk tersebut mempunyai sifat yang
berbeda.
Bentuk kamar
mandi bukanlah konstruksi predikadif atau frase endosentris yang atributif,
tetapi merupakan sebuah kata benda. Berbeda dengan bentuk adik mandi ,
ia merupakan sebuah konstruksi predikatif (adik sebagai subjek dan
mandi sebagai predikat). Kamar mandi termasuk kata majemuk, sedangkan mandi
bukan kata majernuk.
Berdasarkan
penjelasan di atas, Ramlan (1983:69) mengemukakan ciri-ciri kata majemuk
sebagai berikut.
l) Gabungan dua buah bentuk dasar (bentuk asal) atau lebih yang salah
satu atau semua unsurnya berupa pokok kata termasuk kata majemuk.
Pokok kata yaitu bentuk lingual atau satuan gramatik yang tidak dapat berdiri
sendiri dalam tuturan biasa dan secara gramatis tidak memiliki sifat bebas
tetapi dapat dijadikan bentuk dasar sutu kata kompleks. Bentuk yang terdiri dari
bentuk dasarnya yang berupa morfem bebas dengan pokok kata atau pokok kata
semua, maka gabungan tersebut pastilah termasuk kata majemuk. Contohnya: kolam
renang, medan tempur, temu karya, tanggung jawab.
2) Unsur-unsur kata majemuk tidak mungkin dipisahkan atau tidak
mungkin diubah strukturnya.
Untuk memperjelas ciri tersebut, perhatikanlah
dan bandingkan bentuk-bentuk yang berada dalam korpus.
|
I
|
II
|
|
kamar mati
meja makan
rumah sakit
kaki tangan
kamar kecil
tangan kanan
|
tikus mati
adik makan
burung sakit
kaki dan tangan
kamar yang kecil
tangan yang kanan
|
Bentuk-bentuk
yang ada pada lajur I merurakan kata majemuk, sedangkan lajur II bukan kata
majemuk. Bentuk kamar mati tidak dapat dipisahkan. menjadi kamar yang mati,
begitu pula. dengan meja dengan meja makan, rumah sakit, kaki tangan, kamar
kecil, tangan kanan. Bentuk-bentuk itu juga tidak dapat ditukar tempatnya
menjadi mati kamar, makan meja, sakit rumah dan seterusnya. Bentuk-bentuk kaki
tangan, kamar kecil, dan tangan kanan mungkin bisa dipisahkan oleh bentuk atau
satuan yang atau dan seperti terlihat pada kolorn II, namun arti
atau makna yang dikandungnya akan berubah sama sekali. Tangan kanan pada lajur
I artinya ‘orang kepercayaan’ sedangkan tanan (yang) kanan pada lajur II
artinya “anggota badan dari siku ke ujung jari yang ada di sebelah kanan’.
Bentuk-bentuk yang ada pada lajur I itulah yang disebut dengan kata majemuk.
Akhirnya,
perlu disinggung lagi di sini bentuk yang terdiri atas bantuk dasar dan morfem
unik yakni morfem yang tidak pernah hadir dalam pemakaian bahasa kecuali dalam
keadaan berkombinasi dengan bentuk tertentu. Gabungan seperti itu disebut kata
majemuk yang salah satu bentuk dasarnya berupa morfem unik. Contoh kata
majemuk. yang mengandung morfem unik ialah tumpah ruah, simpang siur, sunyi
senyap, terang benderang, gelap gulita, lalu lalang, kering kerontang, tua
bangka, tua renta, muda belia. Tentukan mana yang termasuk morfem uniknya?
Lebih
terinci Keraf (1982:125) menyatakn cirri-ciri kata majemuk sebagai berikut:
1)
Gabungan itu membentuk suatu arti.
2)
Gabungan itu dalam hubungannnya ke luar membentuk satu pusat, yang menarik
keterangan-keterangan atas kesatuan itu, bukan atas bagian-bagiannya.
3)
Biasa terdiri atas kata-kata dasar.
4)
Frekuensi pemakaiannya tinggi.
5)
Terutama kata-kata majemuk yang bersifat endosentris, terbentuk menueur hukum
DM (Diterargkan mendahului menerangkan).
» Macam-macam Kata majemuk
Kata
majemuk dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu kata majemuk endosentris dan
eksosentris.
Kata
majemuk endosentris yaitu kata majemuk yang konstruksi distribusinya sama
dengan kedua (ketiga) atau salah satu unsurnya. Kata majemuk eksosentris,
sebaliknya, yaitu kata majemuk yang konstruksinya itu berlainan distribusinya
dan salah satu unsurnya (Samsuri, 1982:200). Untuk menjelaskan hal itu, beliau
mengemukakan contoh bentukan rumah sakit dan jual beli, yang kedua-duanya
merupakan kata majemuk. Yang pertama kata majemuk endosentris, sedangkan yang
kedua eksosentris. Perhatikanlah:
l) a.Rumah sakit itu baru dibangun.
b.Rumah itu baru dibangun.
Melihat
contoh di atas, jelaslah bahwa rumah berdistribusi sama dengan rumah sakit,
sehingga selain kalimat l.a. kalimat 1.b. pun ada dalam bahasa Indonesia.
Dengan perkatan lain satuan rumah dapat menggantikan satuan rumah sakit.
2) a. Kedua orang itu mengadakan jual beli.
b. Kedua orang itu mengadakan jual. *)
c. Kedua orang itu mengadakan beli. *)
Tanda *)
berarti kalimat 2.b. dan 2,c. tidak ada dalam bahasa Indonesia. Jelaslah
distribusi jual beli berlainan distrubusinya dengan jual ataupun beli. Itulah
yang disebut kata majemuk eksosentris.
Kata
majemuk endosentris dapat dibedakan menjadi: kata majemuk koordinatif yaitu
kata majemuk yang unsur-unsurnya mempunyai hubungan yang setara atau sederajat,
misalnya: budi bahasa (Suwarso, 1979:38); kata majemuk atributif atau
subordinatif yaitu kata majemuk yang salah satu unsurnya menjadi penjelas atau
atribut unsur lainnya,
misalnya:
rumah sakit, orang tua (Suwarso, 1979:38) ; dan kata majemuk yang salah satu
unsurnya berupa morfem unik, misalnya: lalu lalang (Ramlan, l983:50)
Alat
pembentukan keempat adalah abreviasi khusus yang digunakan dalam proses
akronimisasi.
Pemendekan
adalah proses penanggalan bagian-bagia leksimatau gabungan leksim sehingga
menjadi sebuah bentuk singkat, tetapi maknanya tetap sama dengan makna bentuk
utuhnya . Hasil proses pemendekan ini kita sebut kependekan. Misalnya, bentuk
lab(utuhnya Laboratorium).
Abreviasi adalah proses penanggalan satu atau beberapa
bagian kata atau kombinasi kata sehingga jadilah bentuk baru. Kata lain
abreviasi ialah pemendekan. Hasil proses abreviasi disebut kependekan. Bentuk kependekan dalam bahasa Indonesia muncul
karena terdesak oleh kebutuhan untuk berbahasa secara praktis dan cepat. Kebutuhan ini paling terasa di bidang teknis, seperti cabangcabang ilmu, kepanduan, dan angkatan bersenjata.
Jenis abreviasi sebagai berikut.
abreviasi ialah pemendekan. Hasil proses abreviasi disebut kependekan. Bentuk kependekan dalam bahasa Indonesia muncul
karena terdesak oleh kebutuhan untuk berbahasa secara praktis dan cepat. Kebutuhan ini paling terasa di bidang teknis, seperti cabangcabang ilmu, kepanduan, dan angkatan bersenjata.
Jenis abreviasi sebagai berikut.
a. Singkatan
yaitu salah satu hasil proses pemendekan yang berupa huruf atau gabungan huruf,
baik yang dieja huruf demi huruf, seperti: FSUI (Fakultas Sastra Universitas
Indonesia), DKI (Daerah Khusus Ibukota, dan KKN( Kuliah Kerja Nyata), maupun
yang tidak dieja huruf demi huruf, seperti: dll. (dan lain-lain), dgn. (dengan),
dst. (dan seterusnya).
b. Penggalan
yaitu proses pemendekan yang menghilangkan salah satu bagian dari kata seperti:
Prof. (Profesor) Bu (Ibu) Pak (Bapak)
c. Akronim,
yaitu proses pemendekan yang menggabungkan huruf atau suku kata atau bagian
lain yang ditulis dan dilafalkan sebagai sebuah kata yang memenuhi kaidah
fonotaktik Indonesia, seperti:
FKIP /fkip/ dan bukan /ef/, /ka/, /i/, /pe/
ABRI /abri/ dan bukan /a/, /be/, /er/, /i/
AMPI /ampi/ dan bukan /a/, /em/ /pe, /i/
FKIP /fkip/ dan bukan /ef/, /ka/, /i/, /pe/
ABRI /abri/ dan bukan /a/, /be/, /er/, /i/
AMPI /ampi/ dan bukan /a/, /em/ /pe, /i/
d. Kontraksi,
yaitu proses pemendekan yang meringkaskan kata dasar atau gabungan kata,
seperti:
tak dari tidak
sendratari dari seni drama dan tari
berdikari dari berdiri di atas kaki sendiri
rudal dari peluru kendali
tak dari tidak
sendratari dari seni drama dan tari
berdikari dari berdiri di atas kaki sendiri
rudal dari peluru kendali
e. Lambang huruf,
yaitu proses pemendekan yang menghasilkan satu huruf atau lebih yang
menggambarkan konsep dasar
kuantitas, satuan atau unsur, seperti:
g (gram)
cm (sentimeter)
Au (Aurum)
kuantitas, satuan atau unsur, seperti:
g (gram)
cm (sentimeter)
Au (Aurum)
Alat kelima dalam pembentukan kata adalah pengubahan
status dalam proses
yang disebut konversi.
Konversi,
Modifikasi, Internal dan Suplesi Konversi
sering juga di sebut derivasi zero.,transmutasi, dan transpotasi, adalah proses
pembentukan kata dari sebuah kata menjadi kata lain tanpa perubahan unsur
segmental. Modifikasi internal (sering disebut juga penam bahan internal atau
perubahan internal) adalah proses pembentukan kata dengan penambahan
unsur-unsur (yang biasanya berupa vokal) ke dalam morfem yang berkerangka tetap.
2.3. Hasil Proses Pembentukan
Proses
morfologi atau proses pembentukan kata mempunyai dua hasil yaitu bentuk dan
makna gramatikal. Bentuk dan makna gramatikal merupakan dua hal yang berkaitan
erat; bentuk merupakan wujud fisiknya dan makna gramatikal merupakan isi dari
wujud fisik atau bentuk itu.
Wujud
fisik dari hasil proses afiksasi adalah kata berafiks, disebut juga kata
berimbuhan, kata turunan, atau kata terbitan. Wujud fisik dari proses
redupliksi adalah kata ulang. Wujud fisik dari hasil proses komposisi adalah
kata gabung.
2.4. makna Gramatikal
Pembicaraan
tentang makna gramatikal perlu melibatkan jenis-jenis tingkatan makna lain
sehingga perlu dibicarakan dalam subbab tersendiri.
Dalam
kajian semantik secara umum dikenal adanya makna leksikal, makna gramatikal,
makna kontekstual, dan makna idiomatikal
Makna
leksikal adalah makna yang secara inheren dimiliki oleh setiap bentuk dasar
(morfem dasar atau akar).
Makna
gramatikal mempunyai hubungan erat dengan komponen akna yang dimiliki oleh bentuk dasar yang terlibat
dalam proses pembentukan kata. Setiap makna gramatikal dari suatu proses
morfologi akan menampakkan makna/bentuk dasarnya.
Makna
leksikal dan makna gramatikal akan tersisih oleh makna kontekstual atau
pemaiakaian kata itu di dalam konteks kalimat maupun konteks situasi.
Yang
disebut makna idiomatikal adalah makna yang tidak ada hubungannya dengan makna
leksikal maupun makna gramatikal dari unsur-unsur pembentukannya.
2.5. Tahap Pembentukan
Berdasarkan
tahap prosesnya kita dapat membedakan adanya pembentukan setahap, bertahap dan
melalui bentuk perantara.
1) Pembentukan
setahap terjadi kalau bentuk dasarnya berupa akar atau morfem dasar (baik bebas
maupun terikat).
2) Pembentukan
bertahap terjadi kalau bentuk dasar yang mengalami proses morfologi itu berupa
bentuk polimorfemis yang sudah menjadi kata (baik kata berimbuhan, berulang,
maupun kata gabung).
3) Proses
kata yang prosesnya melalui bentuk perantara adalah seperti terjadi dalam
proses pembentukan kata pengajar.
2.6. Bentuk Inflektif dan Derivatif
Dalam
pembentukan kata inflektif identitas leksikal kata yang dihiasilkan sama dengan
identitas leksikal bentuk dasarnya. Sebalaiknya dalam proses pembentukan
derivatif identitas yang dihasilkan tidak sama dengan identitas leksikal bentuk
dasarnya.
Katamba (1993) menjelaskan
bahwa infleksi adalah pembentukan kata yang berkaitan dengan perilaku
sintaksis, atau berkaitan dengan ketentuan proses afiksasi secara sintaktikal;
sedangkan derivasi adalah proses pembentukan kata yang digunakan untuk
membentuk item leksikal baru. Sedangkan verhaar (2004:143) menjelaskan bahwa
infleksi adalah perubahan morfemis dengan mempertahankan identitas leksikal
dari kata yang bersangkutan, dan derivasi adalah perubahan morfemis yang
menghasilkan kata dengan identitas morfemis yang lain. Misalnya kata tulis,
menulis, dan ditulis merupakan proses infleksi karena tidak terjadi perubahan
identitas leksikal. Sedangkan kata penulis merupakan proses derivasi karena
telah terjadi perubahan identitas leksikal(bukan tentang tulisan tetapi orang
yang menulis)
Kasus inflektif dalam bahasa
indonesia hanya terdapat dalam pembentukan verba transitif, yaitu dengan
prefiks me- untuk verba transitif aktif, dengan prefiks di- untuk verba
transitif pasif tindakan, dengan prefiks ter- untuk verba transitif pasif
keadaan, dan dengan prefks zero untuk verba imperaktif.
Bentuk dasar dapat berupa:
1) pangkal
verba akar yang memiliki komponen makna [+sasaran], seperti akar baca, beli,
dan tulis.
2) Pangkal
bersufiks –kan, seperti selipkan, daratkan, dan lewatkan.
3) Pangkal
bersufiks –I seperti, tangisi, lalui, dan nasehati.
4) Pangkal
berprefiks per- seperti, perpanjang, perluas, pertinggi.
5) Pangkal
berkonfiks ke-kan seperti, persembahkan, pertemukan, dan pertukarkan.
6) Pangkal
berkonfiks per-I seperti, perbaiki, perbarui, dan persenjatai.
Berkenaan
dengan verba inflektif, ada catatan penting.
Pertama, disamping adanya prefiks
me- inflektif (disebut me- 1) prefiks di- inflektif (disebut di- 1), dan
prefiks ter- inflektif (disebut ter- 1), ada juga prefiks me- derivatif
(disebut me- 2), prefiks di- derivatif (disebut di- 2), dan ter- derivatif
(disebut ter- 2).
Kedua, prefiks di- inflektif
dapat juga ditukar dengan pronomina persona : saya, aku ( ku- ), kami, kita,
kamu, engkau (kau-) mereka, kalian, dan beliau.
Kata-
kata dalam bahasa-bahasa berfleksi, untuk dapat di gunakan di dalam kalimat
harus disesuaikan dulu bentuknya dengan kategori-kategori gramatikal yang
berlaku dalan bahasa itu. Alat yang di gunakan untuk menyesuaikan bentuk itu
biasanya berupa afiks, yang mungkin internal, yakni perubahan yang terjadi di
dalam bentuk dasr itu.
Perubahan
atau penyesuaian bentuk pada verba di sebut konyungsi , perubahan atau
penyesuaian pada nomina dan ajektifa di sebut deklinasi. Konyugasi pada verba
biasanya berkenaan dengan kala (tense), aspek, modus , diatesis, persona,
jumlah, jenis, dan kasus .
Bahasa
Indonesia bukanlah bahasa berfleksi. Jadi, tidak ada masalah konyugasi dan
deklinasi dalam bahasa Indonesia. Membaca, dibaca, terbaca, dan bacalah,
bentuk-bentuk merupakan kata yang sama, yang berate juaga mempunyai identitas
leksikal yang sam. Perbedaan bentuknya adalah berkenaan dengan modus kalimatnya
. Dengan demikian prefiks me -,di-,ter-,ku-,dan kau- adalah infleksional.
Pembentukan
kata secara infletif, tidak membentuk kata baru, atau lain yang berbeda
identitas leksikalnya dengan bentuk dasarnya. Hal ini berbeda dengan
pembentukan kata secara derivative atau derivasional. Pembentukan kata secara
derivative membentuk kata baru, kata yang identitas leksikalnya tidak
sama dengan kata dasarnya.
2.7. Produktivitas Proses
Produktivitas
dalam proses pembentukan kata adalah dapat tidaknya sebuah proses dilakukan
secara berulang-berulang dalam pembentukan kata.
Dalam
gramatika ada istilah bloking (Arronoff 1976:4 Bauer 1983:87), yakni istilah
yang digunakan untuk menyebut adanya bentuk yang menurut kaidah seharusnya ada,
tetapi tidak berterima karena diblok oleh bentuk lain.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Proses
morfologi pada dasarnya adalah proses pembentukan kata dari sebuah bentuk dasar
melalui pembubuhan afiks (dalam proses afiksasi), pengulangan (dalam proses
reduplikasi), penggabungan (dalam proses komposisi), pemendekan (dalam proses
akronimisasi), dan pengubahan status (dalam proses konversi).
Proses
morfologi melibatkan komponen bentuk dasar, alat pembentuk (afiksasi,
reduplikasi, komposisi, akronimisasi, dan konversi),makna gramatikal, dan hasil
proses pembentukan.
DAFTAR PUSTAKA
http://jpzx1.blogspot.com/2010/12/linguistik-morfologi-proses-morfemis_09.html
http://mawanae.weebly.com/2/post/2011/03/proses-morfologis-dan-nonmorfologis.html
Kridalaksana,
Harimurti. 1992. Pembentukan Kata dalam
Bahasa Indonesia.Gramedia Pustaka Utama
No comments:
Post a Comment