Saturday, 17 March 2012

Cerpen : Aku juga mau dicinta


Oleh Afriasinta

Ketika aku duduk di bawah pohon jambu siang hari menikmati angin yang tertiup lebut seorang diri, tiba-tiba sebuah motor parkir tepat di depan tempatku duduk. Dia adalah Hendra, orang yang selama ini diam-diam ku kagumi tanpa sepengetahuan dirinya.

"Tumben Ndra mampir ke sini." Kataku padanya.
"Eh iya ini lihat kamu bengong mending aku samperin aja." Jawabnya.
"Siapa yang bengong, ni lho lagi nyantai aja."
"Owh,, kok sepi ya?" Tanya Hendra padaku sambil turun dari motornya dan duduk di sampingku.
Jantungku berdekat jauh lebih kencang sebelumnya. Aku tak pernah membayangkan akan duduk di samping dirinya.
"Apa kamu bisa bantu aku Ra?" Tanya dia padaku lagi.
"Bantu apa Ndra?" Akupun penarasan.
Aku berharap hari itu dia menyatakan perasaan cintanya padaku sehingga cintaku tak bertepuk sebelah tangan padanya.
"Gini loh, kamu bisa deketin aku ama Ria tetanggamu itu nggak? Aku udah lama loh naksir ama dia. Pastinya kamu kan deket dengannya."
Aku kaget dengan ucapan santainya itu. Sakit hatiku mendengarnya. Siapa sangka justru ia menyukai tetanggaku itu. Aku menjadi bingung tak karuan harus bicara apa.

"Gimana Ra? Bisa bantu atau nggak?" Tanyanya sekali lagi padaku.
"Ya yaya, bisa bis bisa." Jawabku gugup.
"Kamu kenapa sih Ra?" Dia mulai curiga.
"Gak apa-apa kok, tenang aja aku pasti bantu kamu." Jawabku memunafiki perasaanku sendiri.

Malamnya aku susah tidur. Aku sangat mencintai Hendra sejak lama, tapi nyatanya sejak lama pula Hendra menyimpan rasa pada Ria tetanggaku itu. Menagispun aku tak mampu membuat perasaan Hendra berpaling untukku.

Keesokan harinya aku bertemu dengan Ria. Memang dia cantik, tapi akupun iya. Memang dia di cinta oleh banyak pria, namun akupun mau untuk di cinta juga.

Ketika ngobrol-ngobrol bersamanya, akupun memberitahu bahwa dirinya di taksir oleh Hendra, ku lihat raut wajahnya memerah. Aku semakin sakit hati bila benar Ria membalas cinta Hendra.

Beberapa hari telah berlalu, namun Ria tak memberi reaksi apa-apa. Dia hanya ingin bersahabat dulu dengan Hendra, dan bila ada kecocokan barulah mau berhubungan yang lebih serius padanya.

Aku sedikit lega mendengar pernyataan itu dari Ria. Setidaknya aku tak melihat sebuah kemesraan diantara mereka.

Seperti biasa jika sedang suntuk, aku menyendiri di bawah pohon jambu depan rumahku menikmati kerindangan pohon yang di terpa angin sehingga menggoyangkan udara semakin menambah kenikmatanku merasakan kesejukkan.

Tiba-tiba aku di kagetkan oleh Hendra yang tak tau kapan datang lalu menepuk pundakku.

"Kamu ini mengagetkanku saja." Marahku padanya.
"Oh Rara, cantik-cantik kok suka melamun sih? Di putusin pacar ya?" Ledeknya.
"Enak aja kamu ngomong." Jawabku.

"Kamu lihat aku dong Ra, walau Ria masih belum mau jadi pacarku, namun semangat juangku masih tinggi untuk mendapatkan hatinya. Walau sainganku banyak aku juga tak goyah untuk tetap terus maju." Ceramahnya padaku yang justru membuatku sakit hati dan khawatir untuk kehilangannya.

"Kamu ini apa tidak ada wanita lain apa selain Ria, Ria, Ria melulu yang di omong." Marahku padanya.

"Kan dia cinta matiku.hehe." Tawanya yang menyakitkanku.

"Bagaimana kalau Ria tak memilihmu dan memilih lelaki lain?" Aku menakut-nakutinya.

"Kan aku sudah bilang sih Ra, semangatku tak akan pernah luntur meskipun di cuci berulang kali." Dia malah tertawa lagi.
"Baju kali di cuci!" Jawabku jutek.

"Kamu kenapa sih Ra?"

Aku ingin sekali jujur tentang perasaanku pada Hendra.

"Apa kamu tidak pernah merasa bahwa ada sesosok perempuan yang begitu mengagumimu Ndra?" Tanyaku membuka kejujuranku.

"Kalaupun ada, pasti itu Ria. Kalaupun tak sekarang, pasti suatu saat." Jawabnya membuatku kesal.

"Bisa nggak sih kamu Ndra jangan ngomongin tetanggaku itu ketika ngomong sama aku?!" Dengan nada tinggi aku marahi Hendra.

"Alesannya apa geh Ra.?" Tanyanya padaku.

"Karena aku cemburu Ndra?" Jawabku jujur.
Hendra hanya bisa tertawa geli tak menganggap diriku serius.

"Aku sudah lama menyimpan perasaan cintaku padamu berharap suatu saat dirimu membalas semua ini. Namun apa yang ku dapat, sebuah kesakitan yang amat dalam. Cintaku harus bertepuk sebelah tangan. Dalam bayanganmu hanya ada Ria, wanita yang belum tentu mencintaimu.
Kau tau Ndra, aku juga mau dicinta, disayang oleh mu juga." Tetes air mata mulai melukis-lukis di pipi.

"Hah? Aku tak pernah menyangka semua perasaanmu itu Ra." Hendra terkaget-kaget.

"Kamu tak bisa peka terhadapku. Betapa aku sakit saat kau memintaku untuk mendekatkanmu dengan Ria. Betapa aku ingin selalu dekat denganmu juga."

"Maafkan aku Ra. Aku tak bisa membalas cintamu itu. Sekali lagi maafkan aku. Aku hanya mencintai Ria. Aku harap suatu saat nanti cintamu akan dibalas oleh seorang pria yang benar-benar mencintaimu juga. Aku harap kamu tau itu. Agar hatimu tak semakin tersakiti, aku akan pergi dari kehidupanmu. Hapuslah aku dalam daftar nama di kehidupanmu. Biarlah ku kejar cinta yang terlanjur melekat di dadaku ini."

Hendra dalam sekejap pergi meninggalkanku. Angin sekejap bagai asap tebal yang membuat mataku pedas hingga air mata harus bercucuran.

No comments:

Post a Comment