Oleh Afriasinta
Ketika aku duduk di bawah pohon jambu siang hari menikmati angin yang
tertiup lebut seorang diri, tiba-tiba sebuah motor parkir tepat di depan
tempatku duduk. Dia adalah Hendra, orang yang selama ini diam-diam ku kagumi
tanpa sepengetahuan dirinya.
"Tumben Ndra mampir ke sini." Kataku padanya.
"Eh iya ini lihat kamu bengong mending aku samperin aja."
Jawabnya.
"Siapa yang bengong, ni lho lagi nyantai aja."
"Owh,, kok sepi ya?" Tanya Hendra padaku sambil turun dari
motornya dan duduk di sampingku.
Jantungku berdekat jauh lebih kencang sebelumnya. Aku tak pernah
membayangkan akan duduk di samping dirinya.
"Apa kamu bisa bantu aku Ra?" Tanya dia padaku lagi.
"Bantu apa Ndra?" Akupun penarasan.
Aku berharap hari itu dia menyatakan perasaan cintanya padaku sehingga
cintaku tak bertepuk sebelah tangan padanya.
"Gini loh, kamu bisa deketin aku ama Ria tetanggamu itu nggak? Aku
udah lama loh naksir ama dia. Pastinya kamu kan deket dengannya."
Aku kaget dengan ucapan santainya itu. Sakit hatiku mendengarnya. Siapa
sangka justru ia menyukai tetanggaku itu. Aku menjadi bingung tak karuan harus
bicara apa.
"Gimana Ra? Bisa bantu atau nggak?" Tanyanya sekali lagi
padaku.
"Ya yaya, bisa bis bisa." Jawabku gugup.
"Kamu kenapa sih Ra?" Dia mulai curiga.
"Gak apa-apa kok, tenang aja aku pasti bantu kamu." Jawabku
memunafiki perasaanku sendiri.
Malamnya aku susah tidur. Aku sangat mencintai Hendra sejak lama, tapi
nyatanya sejak lama pula Hendra menyimpan rasa pada Ria tetanggaku itu.
Menagispun aku tak mampu membuat perasaan Hendra berpaling untukku.
Keesokan harinya aku bertemu dengan Ria. Memang dia cantik, tapi akupun
iya. Memang dia di cinta oleh banyak pria, namun akupun mau untuk di cinta
juga.
Ketika ngobrol-ngobrol bersamanya, akupun memberitahu bahwa dirinya di
taksir oleh Hendra, ku lihat raut wajahnya memerah. Aku semakin sakit hati bila
benar Ria membalas cinta Hendra.
Beberapa hari telah berlalu, namun Ria tak memberi reaksi apa-apa. Dia
hanya ingin bersahabat dulu dengan Hendra, dan bila ada kecocokan barulah mau
berhubungan yang lebih serius padanya.
Aku sedikit lega mendengar pernyataan itu dari Ria. Setidaknya aku tak
melihat sebuah kemesraan diantara mereka.
Seperti biasa jika sedang suntuk, aku menyendiri di bawah pohon jambu
depan rumahku menikmati kerindangan pohon yang di terpa angin sehingga
menggoyangkan udara semakin menambah kenikmatanku merasakan kesejukkan.
Tiba-tiba aku di kagetkan oleh Hendra yang tak tau kapan datang lalu
menepuk pundakku.
"Kamu ini mengagetkanku saja." Marahku padanya.
"Oh Rara, cantik-cantik kok suka melamun sih? Di putusin pacar
ya?" Ledeknya.
"Enak aja kamu ngomong." Jawabku.
"Kamu lihat aku dong Ra, walau Ria masih belum mau jadi pacarku,
namun semangat juangku masih tinggi untuk mendapatkan hatinya. Walau sainganku
banyak aku juga tak goyah untuk tetap terus maju." Ceramahnya padaku yang
justru membuatku sakit hati dan khawatir untuk kehilangannya.
"Kamu ini apa tidak ada wanita lain apa selain Ria, Ria, Ria
melulu yang di omong." Marahku padanya.
"Kan dia cinta matiku.hehe." Tawanya yang menyakitkanku.
"Bagaimana kalau Ria tak memilihmu dan memilih lelaki lain?"
Aku menakut-nakutinya.
"Kan aku sudah bilang sih Ra, semangatku tak akan pernah luntur
meskipun di cuci berulang kali." Dia malah tertawa lagi.
"Baju kali di cuci!" Jawabku jutek.
"Kamu kenapa sih Ra?"
Aku ingin sekali jujur tentang perasaanku pada Hendra.
"Apa kamu tidak pernah merasa bahwa ada sesosok perempuan yang
begitu mengagumimu Ndra?" Tanyaku membuka kejujuranku.
"Kalaupun ada, pasti itu Ria. Kalaupun tak sekarang, pasti suatu
saat." Jawabnya membuatku kesal.
"Bisa nggak sih kamu Ndra jangan ngomongin tetanggaku itu ketika
ngomong sama aku?!" Dengan nada tinggi aku marahi Hendra.
"Alesannya apa geh Ra.?" Tanyanya padaku.
"Karena aku cemburu Ndra?" Jawabku jujur.
Hendra hanya bisa tertawa geli tak menganggap diriku serius.
"Aku sudah lama menyimpan perasaan cintaku padamu berharap suatu
saat dirimu membalas semua ini. Namun apa yang ku dapat, sebuah kesakitan yang
amat dalam. Cintaku harus bertepuk sebelah tangan. Dalam bayanganmu hanya ada
Ria, wanita yang belum tentu mencintaimu.
Kau tau Ndra, aku juga mau dicinta, disayang oleh mu juga." Tetes
air mata mulai melukis-lukis di pipi.
"Hah? Aku tak pernah menyangka semua perasaanmu itu Ra."
Hendra terkaget-kaget.
"Kamu tak bisa peka terhadapku. Betapa aku sakit saat kau
memintaku untuk mendekatkanmu dengan Ria. Betapa aku ingin selalu dekat
denganmu juga."
"Maafkan aku Ra. Aku tak bisa membalas cintamu itu. Sekali lagi
maafkan aku. Aku hanya mencintai Ria. Aku harap suatu saat nanti cintamu akan
dibalas oleh seorang pria yang benar-benar mencintaimu juga. Aku harap kamu tau
itu. Agar hatimu tak semakin tersakiti, aku akan pergi dari kehidupanmu.
Hapuslah aku dalam daftar nama di kehidupanmu. Biarlah ku kejar cinta yang
terlanjur melekat di dadaku ini."
Hendra dalam sekejap pergi meninggalkanku. Angin sekejap bagai asap
tebal yang membuat mataku pedas hingga air mata harus bercucuran.
No comments:
Post a Comment