Saturday, 17 March 2012

Cerpen : Kehilangan


Oleh afriasinta

Aku bercermin, memandang sekilas wajahku yang semakin menua. Wajah yang semakin hari semakin sendu penuh dengan kesedihan-kesedihan luka.

Ku ingat kejadian 12 tahun silam, saat suamiku pergi meninggalkan aku dan putri tunggalku demi wanita lain. Padahal aku sudah semaksimal mungkin untuk menjadi seorang istri sekaligus ibu untuk keluarga kecilku itu.

Saat itu Prita, putri kecilku masih berumur dua tahun, harus kehilangan kasih sayang dari sang Ayah. Entahlah itu salah siapa, rasanya menyalangkan siapapun juga tak kan membuat kekacauan rumah tanggaku bisa pulih kembali. Puing-puing rumah tangga selamanya tetaplah menjadi puing kehancuran.

Dulu dirinya mengatakan untuk tak kan pernah meninggalkanku walau bagaimanapun keadaanku. Namun dirinya tega mengingkari semua itu, padahal telah terlahir buah cintaku dengannya.

Dengan semua keringatku, ku hidupi anakku seorang diri di bantu keluarga yang kadang merasa kasihan dengan Prita kecilku.

Kasih sayang tetap aku siramkan pada Prita meski aku sangat kecewa dengan Ayahnya hingga Prita beranjak dari usia balitanya.
Dengan biaya yang sangat pas-pasan ku menyekolahkan Prita agar kelak tak menjadi wanita bodoh seperti ibunya yang gampang di bohongi lelaki.

Saat Prita usianya 10 tahun, dirinya mulai aktif dalam kegiatan di sekolahnya. Akupun sangat mendukung agar Prita tumbuh menjadi gadis periang selagi kegiatan itu positif.

"Ibu, Prita di ajak oleh ibu guru Prita untuk ikut berkemah." Kata Prita, gadis kecilku itu.
"Ya kalau kamu mau, pasti ibu akan siapkan segala keperluan berkemahmu itu sayang." Jawabku.
"Benarkah ibu?" Tanya Prita kegirangan.
"Tentu." Jawabku sembari memberikan senyuman manis padanya.

Aku selalu berusaha untuk membuat Prita, gadis kecilku tersenyum.
Saat jadwal perkemahan tiba, aku ikut mengantarkan Prita beserta barang-barang keperluannya ke sekolah. Aku titipkan pada guru pembimbing Prita.
Namun ketika mobil yang membawa Prita untuk berangkat kemah, rasanya aku takut kehilangan atau berpisah dengannya. Namun aku coba menepis perasaan itu. Mungkin itu hanya perasaanku yang berlebihan saja, sebab selama ini Prita tak pernah pergi jauh-jauh tanpa aku di sampingnya.

Ku peluk Prita dengan erat seraya kuciumi kedua pipi manisnya itu seolah tak akan bertemu lagi.

"Hati-hati di sana ya sayang." Kataku padanya.
"Iya ibu," jawabnya dengan semangat.
Kemudian ia menaikki mobil itu. Dengan lambaian tangan kuiringin Prita bersama teman-temannya saat mobil itu mulai melaju pelan hingga tak nampak lagi dari pandanganku.

Aku melangkah gontai kembali ke rumahku seorang diri. Rasanya sepi tanpa canda tawaku bersama Prita.

Dua hari berlalu dan aku berencana membesuk Prita di perkemahan diantarkan oleh adik sepupuku. Namun belum sampai Andy, adik sepupuku itu datang menjemput, tiba-tiba beberapa guru justru datang ke rumahku terlebih dahulu.

Salah seorang guru mengatakan bahwa dari semalam Prita tak kembali ke bumi perkemahan. Aku sangat khawatir dan aku buru-buru untuk mendatangi tempat itu.

Seharian aku mencari Prita, namun tak juga kutemui putriku itu. Hingga kakiku terasa lemas dan akhirnya tak sadarkan diri.

Ketika terbangun, aku membuka mataku pelan-pelan dan ku kenali atap rumah dari yang aku pandang.
Inikan kamar tidurku, batinku mengatakan seperti itu.
Aku mencoba mengingat kembali apa yang telah terjadi sebelum aku jatuh pingsan.

Prita!!! Aku teringat dengan sosok putri kecilku itu. Ku dengar di luar ramai sekali orang-orang di rumahku tak seperti biasanya dan tiba-tiba semakin jelas ku dengar Lala, anak dari adik kandungku menagisi Prita.

Aku terbangun dan keluar kamar. Ku melihat Prita kecilku berada di tengah-tengah kerumunan saudaraku dan berselimut sebuah kain putih. Ku mendekatinya.

"Prita., Prita, Prita sayangku.." Aku mengoyak-oyak tubuh Prita berkali-kali namun dia tak terbangun juga hingga mataku kunang-kunang dan aku jatuh pingsan lagi.

Ku menangis mengingat itu semua. Menangis kehilangan suamiku, menangis kehilangan Prita, satu-satunya harapan hidupku yang harus pergi meninggalkanku untuk selama-lamanya hanya karena terpeleset dan hanyut di sungai saat berkemah.

No comments:

Post a Comment