Negosiasi Warga dengan Investor
Sudah
tiga tahun lebih warga dusun Sejahtera berjuang untuk menyelamatkan sumber mata
air yang terletak di desanya. Perjuangan panjang tersebut bermula ketika sebuah
perusahaan properti mulai membangun hotel di kawasan sumber mata air tersebut.
Sumber air “Panguripan” menjadi tumpuan hidup tidak hanya bagi enam ribu warga
desa Sejahtera tetapi juga bagi puluhan ribu warga desa sekitarnya. Sumber air
panguripan menjadi penyedia air bersir untuk dikonsumsi sekaligus untuk
memenuhi pengairan sawah bagi puluhan hektar sawah. Bila pembangunan hotel itu
diteruskan, sumber air Panguripan akan mati.
Meskipun beberapa kali didemo warga, pihak
pengembang tetap bersikukuh melanjutkan pembangunannya.
Akhirnya, Pak Lurah membentuk tim yang akan mewakili
warga untuk menuntut pengembang hotel PT Mulya Jaya, menghentikan pembangunan
hotel tersebut. Tim Penyelamat Panguripan diterima Direktur PT Mulya Jaya, Edy
di ruangannya.
Edy :
“Silakan duduk bapak dan Ibu. Selamat pagi. Boleh saya tahu bapak dan ibu ini
berasal darimana?“
Kepala
Desa : “Saya Arifin, Pak. Kepala Desa Sejahtera. Ini Bu Suci, sekretaris desa,
dan satu lagi Pak Rahmat, salah satu tokoh masyarakat yang ditunjuk oleh
mewakili warga desa kami”.
Edy :
“Terima kasih atas kedatangan Bapak dan Ibu ke kantor saya. Dengan senang hati,
sebagai direktur saya akan mendengarkan aspirasi warga demi kebaikan bersama”.
Edy :
“Begini Bapak dan Ibu. Dalam pertemuan dengan warga desa beberapa waktu lalu,
bukankah sudah disepakati bahwa pihak investor akan tetap melanjutkan
pembangunan hotel dan berjanji akan tetap menjaga kelestarian sumber air
Panguripan. Jadi, ada masalah apa lagi?”
Warga I :
“Bagaimana mungkin kelestarian sumber airnya dapat dijaga, Pak? Pembangunan
hotel tepat di atas mata air tersebut pasti akan mematikan mata airnya.
Awalnya, karena pembangunan hotel tersebut akan menuntut ditebangnya pepohonan
di sana, maka daerah resapan air akan berkurang. Dan ini mengancam kelestarian
mata air kami.”
Warga II : “Sekali lagi saya tegaskan, Pak. Kami tidak
akan pernah menyetujui pembangunan hotel atau apa pun di atas sumber mata air,
sumber penghidupan kami itu!”
Kepala
Desa : “Sabar dulu, Pak Rahmat. (Sambil memegang pundak Pak rahmat). Benar Pak
kami belum pernah menyetujui dan tidak akan pernah menyetujui kesepakatan itu,
Pak. Bagi kami, sumber mata air Panguripan adalah gantungan kehidupan kami. Tak
hanya untuk makan dan minum, sawah kami juga membutuhkan air.”
Warga II
: “Kami selamanya akan terus menolak pembangunan hotel tersebut! Bahkan kami
akan bertindak lebih keras bila tuntutan kami tidak segera dipenuhi!“
Edy :
“Bapak dan Ibu jangan khawatir. Sebenarnya, keWali Kota sudah mengeluarkan
surat perintah penghentian pembangunan hotel.”
Warga I :
“Kalau begitu tunggu apalagi?”
Edy :
“Masalahnya, saya masih mencari lahan pengganti. Bagaimana pun saya tidak mau
kehilangan kesempatan bisnis di kota ini.”
Kepala desa : “Bila benar demikian, sebagai kepala desa
saya akan membantu Bapak menemukan lahan baru yang tidak terlalu jauh dari
sumber Panguripan.”
Edy :
“Kalau memang Pak Lurah bisa mengusahakannya, saya akan sangat berterima kasih.
Hari ini juga saya akan memerintahkan anak buah saya menghentikan pembangunan
hotelnya.”
Kepala
desa : “Terima kasih atas kerja sama ini. “
Edy :
“Saya juga berterima kasih karena Pak Lurah berhasil menghentikan demo warga.”
“Terima kasih, Pak.”
Sumber:
buku siswa / Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan.-- Jakarta : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2015. xiv, hlm
284. : ilus. ; 25 cm. Untuk SMA Kelas XISBN (jilid lengkap)ISBN (jilid 3)1
Bahasa Indonesia – Studi dan Pengajaran.
No comments:
Post a Comment